Sabtu, 12 November 2011

Sejarah

Agus Subandi,Drs.MBA

Sejarah
Sejarah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Lukisan dengan judul History atau Sejarah oleh Frederick Dielman (1896)
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.[1] Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia.[2] Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dankliometrik.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Etimologi
• 2 Klasifikasi
• 3 Catatan sejarah
• 4 Sejarah dan prasejarah
• 5 Historiografi
• 6 Metode kajian sejarah
• 7 Belajar dari sejarah
• 8 Referensi
• 9 Lihat pula

[sunting]Etimologi
Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodesasi
[sunting]Klasifikasi
Karena lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik untuk memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis seperti H.G. Wells, Will Durant, dan Ariel Durant menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan sejarawan memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam sejarah, antara lain:
 Berdasarkan kurun waktu (kronologis).
 Berdasarkan wilayah (geografis).
 Berdasarkan negara (nasional).
 Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis).
 Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topikal).
Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana cara penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema itu sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi. Inilah sebabnya Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi mengejek sejarah sebagai "penata batu-bata" dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut melihat sejarah sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi faktor-faktor keilmuan, terutama faktor "dapat dilihat atau dicoba kembali", artinya sejarah hanya dipandang sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat karena sejarah mustahil dapat diulang walau bagaimana pun caranya karena sejarah hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya. Walau mendapat tantangan sedemikian itu, ilmu sejarah terus berkembang dan menunjukkan keeksisannya dalam tataran ilmu.
[sunting]Catatan sejarah


Sebuah sketsa dari Perpustakaan Alexandria pada masa lalu
Ahli sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai sumber, seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang sering disebut sebagai "sejarah penceritaan", atau oral history dalam bahasa Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama informasi sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya: film layar lebar), audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan untuk penelitian sejarah, karena tergantung pada periodeyang hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung pada historiografi, atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Ada banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk: alasan administratif (misalnya: keperluan sensus, catatan pajak, dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau kritik pada pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting), alasan keagamaan, kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade), catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya surat-menyurat), dan hiburan.
Namun dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu dipilah-pilah. Metode ini disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstern dan intern. Kritik ekstern adalah kritik yang pertama kali harus dilakukan oleh sejarawan saat dia menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah tersebut berupa benda. Yakni dengan melihat validisasi bentuk fisik karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan apa saja yang dapat dilihat secara fisik. Sedang kritik intern adalah kritik yang dilihat dari isi sumber tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Wawancara juga dipakai sebagai sumber sejarah. Namun perlu pula sejarawan bertindak kritis baik dalam pemilahan narasumber sampai dengan translasi ke bentuk digital atau tulisan.
[sunting]Sejarah dan prasejarah
Sejarah manusia dan prasejarah
Kotak ini: lihat • bicara • sunting

↑ Hominina/sebelum Homo(Pliocene)

Sistem tiga zaman prasejarah

 Zaman Batu
>> Paleolitikum bawah:Homo, Homo erectus,
>> Paleolitikum tengah: awalHomo sapiens
>> Paleolitikum atas: perilaku modernitas
>> Neolitikum: peradaban
 Zaman perunggu
>> Timur Dekat | India • Eropa• China • Korea
 Zaman Besi
>> Keruntuhan Zaman Perunggu • Timur Dekat Kuno• India • Eropa • China •Jepang • Korea • Nigeria

Sejarah
 Catatan terlama (2500–500 SM)
 Zaman purbakala (500 SM–500 M)
 Zaman pertengahan (500–1500)
 Modern permulaan (1500–1800)
 Modern (1800 to present)
lihat pula: Modernitas, Futurologi

↓Masa depan

Dulu, penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian atas catatan tertulis atau sejarah yang diceritakan. Akan tetapi, seiring dengan peningkatan jumlah akademik profesional serta pembentukan cabang ilmu pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19 dan 20, terdapat pula informasi sejarah baru. Arkeologi,antropologi, dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi yang baru, serta menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak ahli sejarah yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk dalam ilmu sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas catatan tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka, dikemukakan. Istilah "prasejarah" digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu pengetahuan yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan sejarah tertulis.
Pada abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan prasejarah mempersulit penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih dar sekadar narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan. Mereka mencoba meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber. Di samping itu, ahli prasejarah seperti Vere Gordon Childe menggunakan arkeologi untuk menjelaskan banyak kejadian-kejadian penting di tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam lingkup sejarah (dan bukan prasejarah murni). Pemisahan seperti ini juga dikritik karena mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang ditemukan di Afrika Sub-Sahara dan di Amerika sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya, secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan ini, pemisahan antara sejarah dan prasejarah sebagian besar telah dihilangkan.
Sekarang, tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara umum sejarah diketahui sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang diketahui tentang masa lalu umat manusia (walau sudah hampir tidak ada pemisahan antara sejarah dan prasejarah, ada bidang ilmu pengetahuan baru yang dikenal dengan Sejarah Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu yang terjadi di masa lampau (misalnya: sejarah penceritaan,linguistik, genetika, dan lain-lain), diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.
[sunting]Historiografi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Historiografi
Historiografi adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis, misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal dengan sebutan "sejarah virtual" atau "sejarah kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan -- atau kontra -- dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
[sunting]Metode kajian sejarah
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.
[sunting]Belajar dari sejarah
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.
[sunting]Referensi
1. ^ http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
2. ^ http://mustwiebagoes.blogspot.com/2008/02/pengertian-sejarah.html
[sunting]Lihat pula
Portal Sejarah

 Prasejarah
 Sejarah Nusantara
 Sejarah Indonesia
 Sejarah Dunia
 Kronologi Sejarah Dunia

Sejarah dunia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sejarah Dunia)
Belum Diperiksa


Aksara cuneiform Sumeria


Kuil Parthenon Yunani

Candi Borobudur di Indonesia
Sejarah Dunia adalah sejarah tentang manusia di dunia, dimulai dari zaman paling dahulu hingga sekarang ini, di semua tempat di bumi, dengan dimulainya era Paleolitik. Sejarah ini tidak termasuk dengan Sejarah alam dan Sejarah geologi. Sejarah dunia mempelajari catata-catatan yang terekam di masa lampau. Sejarah dunia meliputi studi catatan-catatan tertulis, mulai dari zaman kuno, ditambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari sumber-sumber yang lain (selain catatan), misalnya arkeologi.
Peradaban berkembang di tepi-tepi kumpulan air (danau dan sungai) yang dapat menyokong kehidupan. Pada tahun 3000 SM, telah muncul peradaban di lembah Mesopotamia (dataran di antara sungai Tigris dan Efrat) di Timur Tengah,[1] di tepi Sungai Nil Mesir,[2][3][4] dan di peradaban Lembah Sungai Indus.[5][6][7] Selain itu pada masa itu peradaban juga muncul di lembah Sungai Kuning.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Lihat pula
o 1.1 Topik sejarah
o 1.2 Sejarah menurut periode
o 1.3 Sejarah menurut wilayah
• 2 Catatan
• 3 Referensi
• 4 Bacaan lebih lanjut

[sunting]Lihat pula
[sunting]Topik sejarah
 Peradaban
 Historiografi
 Sejarah ilmu pengetahuan
 Sejarah teknologi
[sunting]Sejarah menurut periode
 Daftar periode arkeologis
 Daftar periode waktu
[sunting]Sejarah menurut wilayah
 Sejarah Afrika
 Sejarah Amerika
 Sejarah Amerika Utara
 Sejarah Amerika Tengah
 Sejarah Amerika Selatan
 Sejarah Antarktika
 Sejarah Australia
 Sejarah Eurasia
 Sejarah Asia
 Sejarah Asia Tenggara
 Sejarah Asia Timur
 Sejarah Asia Selatan
 Sejarah Timur Tengah
 Sejarah Eropa
[sunting]Catatan
1. ^ McNeill, Willam H. (1999) [1967]. "In The Beginning". A World History (edisi ke-4th). New York:Oxford University Press. hlm. 15. ISBN 0-19-511615-1.
2. ^ Baines, John and Jaromir Malek (2000). The Cultural Atlas of Ancient Egypt (edisi ke-revised). Facts on File. ISBN 0816040362.
3. ^ Bard, KA (1999). Encyclopedia of the Archaeology of Ancient Egypt. NY, NY: Routledge. ISBN 0-415-18589-0.
4. ^ Grimal, Nicolas (1992). A History of Ancient Egypt. Blackwell Books. ISBN 0631193960.
5. ^ Allchin, Raymond (ed.) (1995). The Archaeology of Early Historic South Asia: The Emergence of Cities and States. New York: Cambridge University Press.
6. ^ Chakrabarti, D. K. (2004). Indus Civilization Sites in India: New Discoveries. Mumbai: Marg Publications. ISBN 81-85026-63-7.
7. ^ Dani, Ahmad Hassan (1996). History of Humanity, Volume III, From the Third Millennium to the Seventh Century BC. New York/Paris: Routledge/UNESCO. ISBN 0415093066.
[sunting]Referensi
 Williams, H. S. (1904). The historians' history of the world; a comprehensive narrative of the rise and development of nations as recorded by over two thousand of the great writers of all ages. New York: The Outlook Company; [etc.].
 Blainey, Geoffery (2000). A Short History Of The World. Penguin Books, Victoria. ISBN 0-670-88036-1
 Gombrich, Ernst H. A Little History of the World. Yale. UK and USA, 2005.
 H.G. Wells (1920), The Outline of History Volume One, New York, MacMillan.
 H. Spodek (2001), The World's History: combined volume, Upper Saddle River, NJ, Prentice Hall.
 G. Parker (1997), The Times Atlas of World History, London, Times Books.
 The Biosphere (A Scientific American Book), San Francisco, W.H. Freeman and Co., 1970, ISBN 0-7167-0945-7. This seminal book, originally a 1970 Scientific American magazine issue, covered virtually every major concern and concept that has since been debated regarding materials and energy resources, population trends and environmental degradation.
 Energy and Power (A Scientific American Book), San Francisco, W.H. Freeman and Co., 1971, ISBN 0-7167-0938-4.
 Jared Diamond (1996). Guns, Germs, and Steel: the Fates of Human Societies.. New York: W. W. Norton. ISBN 0-393-03891-2.
 Fernand Braudel (1996). The Mediterranean and the Mediterranean World in the Age of Philip II. Berkeley, Calif.: University of California Press. ISBN 0-520-20308-9.
 Fernand Braudel (1973). Capitalism and Material Life, 1400-1800. New York: HarperCollins. ISBN 0-06-010454-6.
 Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, Free Press, 1992, ISBN 0-02-910975-2.
 Marshall Hodgson, Rethinking World History: Essays on Europe, Islam, and World History, Cambridge, 1993.
 Kenneth Pomeranz, The Great Divergence: China, Europe and the Making of the Modern World Economy, Princeton, 2000.
 Clive Ponting, World History: a New Perspective, London, 2000.
 Ronald Wright, A Short History of Progress, Toronto, Anansi, 2004, ISBN 0-88784-706-4.
 Guy Ankerl, Coexisting Contemporary Civilizations: Arabo-Muslim, Bharati, Chinese, and Western, Geneva, INUPRESS, 2000, ISBN 2-88155-004-5.
[sunting]Bacaan lebih lanjut
 David Landes, "The Wealth and Poverty of Nations: Why Some Are So Rich and Some So Poor", New York, W. W. Norton & Company (1999) ISBN 978-0-393-31888-3
 David Landes, "Why Europe and the West? Why Not China?", Journal of Economic Perspectives, 20:2, 3, 2006.
 Ricardo Duchesne, "Asia First?", The Journal of the Historical Society, Vol. 6, Issue 1 (March 2006), pp. 69–91 (PDF)
 William H. McNeill, The Rise of the West: A History of the Human Community, Chicago, University of Chicago Press, 1963.
 Larry Gonick, The Cartoon History of the Universe, Volume One, Main Street Books, 1997, ISBN 978-0-385-26520-1, Volume Two, Main Street Books, 1994, ISBN 978-0-385-42093-8, Volume Three, W. W. Norton & Company, 2002, ISBN 978-0-393-32403-7.
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia

Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1045)

Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)

Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

l • b • s


Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawadan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempahmengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Prasejarah
• 2 Era pra kolonial
o 2.1 Sejarah awal
o 2.2 Kerajaan Hindu-Buddha
o 2.3 Kerajaan Islam
• 3 Era kolonial
o 3.1 Kolonisasi Portugis dan Spanyol
• 4 Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
o 4.1 Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
 4.1.1 Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
 4.1.2 Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
 4.1.3 Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
o 4.2 Kolonisasi Spanyol
o 4.3 Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
• 5 Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
• 6 Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
• 7 Garis waktu kolonialisasi
o 7.1 Kolonialisasi Spanyol
o 7.2 Kolonialisasi Portugis
o 7.3 Kolonisasi VOC
o 7.4 Kolonisasi pemerintah Belanda
o 7.5 Gerakan nasionalisme
o 7.6 Perang Dunia II
o 7.7 Pendudukan Jepang
• 8 Era kemerdekaan
o 8.1 Proklamasi kemerdekaan
o 8.2 Perang kemerdekaan
o 8.3 Demokrasi parlementer
o 8.4 Demokrasi Terpimpin
o 8.5 Nasib Irian Barat
o 8.6 Konfrontasi Indonesia-Malaysia
o 8.7 Gerakan 30 September
• 9 Era Orde Baru
o 9.1 Irian Jaya
o 9.2 Timor Timur
o 9.3 Krisis ekonomi
• 10 Era reformasi
o 10.1 Pemerintahan Habibie
o 10.2 Pemerintahan Wahid
o 10.3 Pemerintahan Megawati
o 10.4 Pemerintahan Yudhoyono
• 11 Catatan kaki
o 11.1 Lihat pula
o 11.2 Sumber dan bacaan lebih lanjut
o 11.3 Pranala luar

[sunting]Prasejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nusantara pada periode prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, danLempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.


Replika tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali ditemukan di Sangiran
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1] di Liang Bua,Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berciri rasial berkulit gelap dan berambut ikal rapat (Negroid), menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Malukuserta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
[sunting]Era pra kolonial
[sunting]Sejarah awal
Lihat pula: Sejarah Nusantara
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddhatelah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
[sunting]Kerajaan Hindu-Buddha
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha


Prasasti Tugu peninggalan RajaPurnawarman dari Taruma
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Chingmengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Madaberhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
[sunting]Kerajaan Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantaiSumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernamaSrindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luarIndonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan Ternatedan Kesultanan Tidore di Maluku.
[sunting]Era kolonial
[sunting]Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugisbersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, mungkin makan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
[sunting]Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebutPrasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
[sunting]Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
[sunting]Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
[sunting]Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
[sunting]Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
[sunting]Kolonisasi Spanyol
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Nusantara Zaman Spanyol
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.

Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS Lumoindong.

Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
[sunting]Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar di tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.

Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
[sunting]Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
[sunting]Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
[sunting]Garis waktu kolonialisasi
[sunting]Kolonialisasi Spanyol
 1521 Spanyol memulai petualangannya di Sulawesi Utara
 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
[sunting]Kolonialisasi Portugis
 1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
 1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
 Sultan Melaka melarikan diri ke Riau.
 Portugis di Melaka menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya dalam perjalanan kembali ke Goa.
 Patih Unus menaklukkan Jepara
 Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah Timur.
 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
 Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
 Portugis menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
 Portugis membangun pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
 Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
 1514
 Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
 1515
 Portugis pertama kali tiba di Timor.
 1518
 Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johore.
 Raden Patah meninggal dunia; Patih Unus menjadi Sultan Demak.
 1520
 Aceh mulai menguasai pantai timur laut Sumatra.
 Rakyat Bali menyerang Lombok.
 Para pedagang Portugis mulai mengunjungi Flores dan Solor.
 Banjar di Kalimantan menjadi Islam.
1521 – 1530
 1521
 Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
 Portugis merebut Pasai di Sumatra;
 Gunungjati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
 Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaenz mengeliling dunia berlayar antarapulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
 1522
 Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
 Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
 Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padraodidirikan di Sunda Kalapa
 Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz berkeliling dunia mengunjungi Timor.
 Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
 1523
 Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
 1524
 Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajarandan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
 Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatra utara.
 1525
 Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
 1526
 Portugis membangun benteng pertama di Timor.
 1527
 Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
 Demark merebut Tuban.
 Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
 Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
 Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
 1529
 Demak menaklukkan Madiun.
 Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
 1530
 Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
 Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
 Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
 Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
1531 – 1540
 1536
 Serangan besar Portugis terhadap Johore.
 Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
 Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis activity, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
 1537
 Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
 1539
 Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
 1540
 Portugis berhubungan dengan Gowa.
 Kesultanan Butung didirikan.
1541 – 1550
 1545
 Demak menaklukkan Malang.Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
 1546
 Demak menyerang Balambangan namun gagal.
 Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
 St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
 1547
 Aceh menyerang Melaka.
 1550
 Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
1551 – 1560
 1551
 Johore menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
 Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
 1552
 Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
 Aceh mengirim duta ke Sultan Ottoman di Istanbul.
 1558
 Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
 Portugis membangun benteng di Bacan.
 Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
 Wabah cacar di Ternate.
 1559
 Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
 1560
 Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
 Spanyol mendirikan pos di Manado.
1561 – 1570
 1561
 Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
 Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
 1564
 Wabah cacar di Ambon.
 1565
 Aceh menyerang Johore.
 Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
 1566
 Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
 1568
 Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
 1569
 Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
 1570
 Aceh menyerang Johore lagi, namun gagal.
 Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya. Babullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
 Maulana Yusup menjadi Sultan Banten.
1571 – 1580
 1571
 Alaudin Riayet Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
 1574
 Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
 1575
 Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
 1576
 Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
 1577
 Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
 1579
 Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
 November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
 1580
 Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
 Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
 Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
 Ternate menguasai Butung.
 1581
 Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
 1584
 Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
 1585
 Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
 Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
 1587
 Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
 Portugis di Melaka menyerang Johore.
 Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
 Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
 1588
 Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
 1590
 Desa asli Medan didirikan.
1591 – 1659
 1591
 Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
 Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
 Ternate menyerang Portugis di Ambon.
 1593
 Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
 1595
 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
 Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
 Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
[sunting]Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahanJepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.

Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda:Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
[sunting]Kolonisasi pemerintah Belanda
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
[sunting]Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
[sunting]Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
[sunting]Pendudukan Jepang
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Jepang
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Sukarno dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia

Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak,Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
[sunting]Era kemerdekaan
[sunting]Proklamasi kemerdekaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
[sunting]Perang kemerdekaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era 1945-1949


Teks Proklamasi
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
[sunting]Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
[sunting]Demokrasi Terpimpin
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Baratpada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
[sunting]Nasib Irian Barat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konflik Papua Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
[sunting]Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandinganPBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
[sunting]Gerakan 30 September
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
[sunting]Era Orde Baru
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
[sunting]Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
[sunting]Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
[sunting]Krisis ekonomi


Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarauterburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
[sunting]Era reformasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Reformasi
[sunting]Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
[sunting]Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
[sunting]Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.
[sunting]Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
[sunting]Catatan kaki
1. ^ Masih diperdebatkan, apakah termasuk H. erectus atau H. sapiens
2. ^ Swisher et al. 1996 (cit. Capelli et al. 2001. Am. J. Hum. Genet. 68:432-443) menyebutkan hingga 25.000 tahun yang lalu.
3. ^ Roberts 1990.
4. ^ Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9; Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan, hal. 92-93; A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh, 1993, cet. 3, al-Ma'arif, hal. 7; Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam oleh Dr. Uka Tjandrasasmita, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal 9-27. Dalam beberapa literatur lain disebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke 9. Ada juga yang menyebutkan abad ke 13. Namun, sebenarnya Islam masuk ke Indonesia abad 7M, lalu berkembang menjadi institusi politik sejak abad 9M, dan pada abad 13M kekuatan politik Islam menjadi amat kuat.
5. ^ Musyrifah Sunanto, op cit. hal 6.

[sunting]Lihat pula
 Sejarah nama Indonesia
 Sejarah Lembaga Kepresidenan Indonesia
 Garis waktu sejarah Indonesia
[sunting]Sumber dan bacaan lebih lanjut
 (Inggris) Ideals without Heat: Indonesia Raya and the Struggle for Independence in Malaya, 1920-1948
 (Inggris) Ricklefs, M.C. 2001. A history of modern Indonesia since c.1200. Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7
 (Inggris) Taylor, Jean Gelman. 2003. Indonesia: Peoples and histories. New Haven: Yale University Press. ISBN 0-300-09709-3
 (Inggris) Schwarz, Adam. 1994. A Nation in Waiting: Indonesia's Search for Stability. 2nd Edition. St Leonards, NSW : Allen & Unwin.
 (Inggris) Sebagian isi artikel ini berasal dari Library of Congress.
 (Indonesia) Sunanto Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9.
 (Indonesia) Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan, hal 92-93
 (Indonesia) Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi
[sunting]Pranala luar
 (Inggris) Sejarah Indonesia; alur waktu dalam sejarah indonesia
 (Inggris) Google: Timeline history of Indonesia
Sejarah Nusantara
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia


Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara
Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1045)

Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)

Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

l • b • s

Sejarah Nusantara dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australiasebelum berdirinya Republik Indonesia.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Latar belakang alam
• 2 Zaman prasejarah
• 3 Periode protosejarah
o 3.1 Kerajaan Hindu/Buddha
o 3.2 Kerajaan Islam
• 4 Zaman kolonial
o 4.1 Zaman Portugis
o 4.2 Zaman VOC
• 5 Pranala luar
• 6 Lihat pula
• 7 Referensi

[sunting]Latar belakang alam
Wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benuayang berbeda. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat pergerakan lempengnya, sehingga di saat Zaman Es terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan Sunda di barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia di wilayah ini.
Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di barat, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng Pasifik di timur laut menjadi daerah vulkanik aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi pertanian, namun juga rawan gempa bumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di kawasan ini.
Nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua (Wallacea) merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut. Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan kelak membantu dalam penghunian wilayah Pasifik (Oseania).
Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi oleh sistem muson dengan akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun. Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada era perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal berlayar, pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan perdagangan.
Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan dua provinsi flora dan tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi yang berjalan terpisah, namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk "jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun karena agak terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana dari abad ke-19, seperti Alfred Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di wilayah ini lebih tercampur, bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas, berbeda dari tipe di India dan Asia Timur maupun kawasan kering Australia, yang dinamakan oleh botaniwan sebagai Malesia. Migrasi manusia kemudian mendorong persebaran flora di daerah ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.
[sunting]Zaman prasejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nusantara pada periode prasejarah
Fosil-fosil Homo erectus yang ditemukan di beberapa tapak di Jawa menunjukkan kemungkinan kontinuitas populasi mulai dari 1,7 juta tahun (Sangiran) hingga 50.000 tahun yang lalu (Ngandong). Rentang waktu yang panjang menunjukkan perubahan fitur yang berakibat pada dua subspesies berbeda (H. erectus paleojavanicus yang lebih tua daripada H. erectus soloensis). Swisher (1996) mengajukan tesis bahwa hingga 50.000 tahun yang lalu mereka telah hidup sezaman dengan manusia modern H. sapiens.[1]
Migrasi H. sapiens (manusia modern) masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan terjadi pada rentang waktu antara 160.000 dan 100.000 sampai tahun yang lalu. Masyarakat berciri fisik Austrolomelanesoid, yang kelak menjadi moyang beberapa suku pribumi di Semenanjung Malaya (Semang), Filipina (Negrito), Aborigin Australia, Papua, dan Melanesia, memasuki kawasan Paparan Sunda. Mereka kemudian bergerak ke timur. Gua Niah di Sarawak memiliki sisa kerangka tertua yang mewakili masyarakat ini (berumur sekitar 60 sampai 50 ribu tahun). Sisa-sisa tengkorak ditemukan pula di gua-gua daerah karst di Jawa (Pegunungan Sewu). Mereka adalah pendukung kultur Paleolitikum yang belum mengenal budidaya tanaman atau beternak dan hidup meramu (hunt and gathering).
Penemuan seri kerangka makhluk mirip manusia di Liang Bua, Pulau Flores, membuka kemungkinan adanya spesies hominid ketiga, yang saat ini dikenal sebagai H. floresiensis.
Selanjutnya kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (migrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunnan (sebuah provinsi di Cina) dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2500 SM dan 1500 SM.
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).
[sunting]Periode protosejarah


Bas-relief (relief dalam) pada Candi Borobudur, menunjukkan kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri, yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara.
Kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang Tiongkok. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, seperti berbagai rempah-rempah, seperti lada, gaharu, cendana, pala, kemenyan, serta gambir, dan juga emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta animisme. Temuan-temuan arkeologi dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta Ptolemeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatera.
[sunting]Kerajaan Hindu/Buddha
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.

 Kerajaan Salakanagara
 Kerajaan Tarumanagara
 Kerajaan Kutai
 Kerajaan Sriwijaya
 Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
 Kerajaan Kalingga
 Kerajaan Keritang
 Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)
 Kerajaan Medang
 Kerajaan Kahuripan
 Kerajaan Kediri
 Kerajaan Kanjuruhan
 Kerajaan Janggala
 Kerajaan Singasari
 Kerajaan Majapahit
 Kerajaan Dharmasraya
 Kerajaan Pajajaran
 Kerajaan Blambangan
 Kerajaan Sailendra
 Kerajaan Sanjaya
 Kerajaan Isyana
 Kerajaan Negara Daha
 Kerajaan Negara Dipa
 Kerajaan Tanjung Puri
 Kerajaan Nan Sarunai
 Kerajaan Kuripan
 Kerajaan Tulang Bawang
 Kerajaan Aru
 Kerajaan Mengwi

[sunting]Kerajaan Islam
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.

 Kepaksian Sekala Brak
 Kesultanan Aceh
 Kesultanan Asahan
 Kerajaan Kemuning
 Kerajaan Batin Enam Suku
 Kerajaan Indragiri
 Kesultanan Banten
 Kesultanan Bima
 Kesultanan Bulungan
 Kesultanan Buton
 Kesultanan Cirebon
 Kesultanan Lingga-Riau
 Kesultanan Deli
 Kesultanan Dompu
 Kesultanan Demak
 Kesultanan Gowa
 Kesultanan Jambi
 Kesultanan Kota Pinang
 Kesultanan Kutai
 Kesultanan Langkat
 Kesultanan Pajang
 Kesultanan Mataram
 Kesultanan Kartasura
 Kesultanan Pagaruyung
 Kesultanan Inderapura
 Kerajaan Sungai Pagu
 Kesultanan Palembang
 Kesultanan Pontianak
 Kesultanan Samawa
 Kesultanan Sambas
 Kesultanan Serdang
 Kesultanan Siak Sri Inderapura
 Kerajaan Tanjungpura
 Kerajaan Iha
 Kerajaan Tanah Hitu
 Kesultanan Ternate
 Kesultanan Tidore
 Kesultanan Buton
 Kerajaan Sumedang Larang
 Kasunanan Surakarta
 Kasultanan Yogyakarta
 Mangkunagaran
 Kadipaten Paku Alaman
 Kesultanan Malaka
 Kerajaan Pasai
 Kesultanan Banjarmasin
 Kerajaan Linge
 Kesultanan Perlak
 Kesultanan Pasir
 Kesultanan Kotawaringin
 Kerajaan Pagatan
 Kerajaan Tidung
 Kesultanan Sambaliung
 Kesultanan Gunung Tabur
 Kesultanan Mempawah
 Kesultanan Kubu

[sunting]Zaman kolonial
[sunting]Zaman Portugis
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga [2] dan untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten danCirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula di Brasil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[4] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.]]
[sunting]Zaman VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk

Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yTeks tebal--180.254.88.14 11 Oktober 2011 03.22 (UTC)ăăઘઘૉૉષડઠવછອໝໝໝຽຽෑුුنى٦طعع؟جكежжжииииɠd͡ʒd͡ʑθn̪̍d͡ʒβħĦĥang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
[sunting]Pranala luar
 Kronologi Online Sejarah Indonesia
 Sejarah Nusantara
[sunting]Lihat pula
 Sejarah Sunda
 Sejarah Jawa
 Sejarah Indonesia
[sunting]Referensi
1. ^ Swisher, C.C., W.J. Rink, S.C. Anton, H.P. Schwarcz, G.H. Curtis, A. Suprijo, Widiasmoro. 1996. Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens in Southeast Asia. Science 274: 1870-1874
2. ^ Ricklefs, M.C (6 November 1993). A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition. London: MacMillan. hlm. p.22–24. ISBN 0-333-57689-6.
3. ^ Zahorka, Herwig (2007). The Sunda Kingdoms of West Java, From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory. Yayasan Cipta Loka Caraka.
4. ^ Miller, George (ed.) (6 November 1996). To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia. New York: Oxford University Press. hlm. p.xv. ISBN 967-65-3099-9.
Jawa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Pulau Jawa)
Untuk kegunaan lain dari Jawa, lihat Jawa (disambiguasi).
Jawa

Topografi Jawa

Geografi
Lokasi Asia Tenggara

Koordinat 7°30′10″LS,111°15′47″BT

Kepulauan Kepulauan Sunda Besar

Luas 126.700 km² (48.919,1 mil²)
Ketinggian tertinggi 3.676 meter (12.060 kaki)
Puncak tertinggi Semeru

Negara
Indonesia
Provinsi Banten,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kota terbesar Jakarta

Demografi
Populasi 124 juta (per 2005)
Kepadatan 979
Kelompok etnik Sunda, Jawa, Tengger, Badui,Osing, Banten, Cirebon, Betawi

Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan penduduk 136 juta, pulau ini merupakan pulau berpenduduk terpadat di dunia dan merupakan salah satu wilayah berpenduduk terpadat di dunia. Pulau ini dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat. Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Jawa dahulu merupakan pusat dari beberapa kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak sangat besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik, merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia, dan terbesar kelima di Indonesia. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini. Terdapat tiga bahasa utama di pulau ini, namun mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu dari 60 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam di pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah bilingual, yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama maupun kedua. Sebagian besar penduduk Jawa adalah Muslim, namun terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya di pulau ini.
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten; serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Etimologi
• 2 Sejarah
• 3 Geografi
o 3.1 Kota besar
• 4 Demografi
• 5 Sumber daya alam
• 6 Administrasi
• 7 Bahasa
• 8 Budaya
• 9 Lihat pula
• 10 Referensi

[sunting]Etimologi
Asal mula nama 'Jawa' tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah nama pulau ini berasal dari tanaman jáwa-wut, yang banyak ditemukan di pulau ini pada masa purbakala, sebelum masuknya pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama.[1] Ada pula dugaan bahwa pulau ini berasal dari kata jaú yang berarti "jauh".[2] Dalam bahasa Sansekerta yava berarti tanaman jelai, sebuah tanaman yang membuat pulau ini terkenal.[2]"Yawadvipa" disebut dalam epik India Ramayana. Sugriwa, panglima bangsa wanara (kera) pasukan Rama mengirimkan utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa), untuk mencari Shinta.[3] Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut dengan nama Sansekerta "yāvaka dvīpa" (dvīpa = pulau). Sumber lain mengajukan dugaan bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia, yang berarti 'rumah'.[4]
[sunting]Sejarah


Pemandangan Gunung Merbabu yang dikelilingi persawahan. Topografi vulkanik serta tanah pertanian yang subur merupakan faktor penting dalam sejarah pulau Jawa.
Sisa-sisa fosil Homo erectus, yang populer dijuluki "Si Manusia Jawa", ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau.[5]
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi yang sekitarnya di sepanjang pulau Jawa membuat menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.[6] Di masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan utama perhubungan masyarakat, meskipun kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan yang besar.
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad ketujuh belas. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus. Dapatlah dikatakan bahwa perhubungan antar penduduk pulau Jawa di masa itu adalah sulit.[7]
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting]Geografi
Jawa bertetangga dengan Sumatera di sebelah barat, Bali di timur, Kalimantan di utara, dan Pulau Christmas di selatan. Pulau Jawa merupakan pulau ke-13 terbesar di dunia. Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah Laut Jawa di utara, Selat Sunda di barat, Samudera Hindia di selatan, serta Selat Bali dan Selat Madura di timur.
Jawa memiliki luas sekitar 139.000 km2.[8] Sungai yang terpanjang ialah Bengawan Solo, yaitu sepanjang 600 km.[9] Sungai ini bersumber di Jawa bagian tengah, tepatnya di gunung berapi Lawu. Aliran sungai kemudian mengalir ke arah utara dan timur, menuju muaranya di Laut Jawa di dekat kota Surabaya.
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa adalah Gunung Semeru (3.676 m), sedangkan gunung berapi paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia adalahGunung Merapi (2.968 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang berjarak berjauhan membantu wilayah pedalaman terbagi menjadi beberapa daerah yang relatif terisolasi dan cocok untukpersawahan lahan basah. Lahan persawahan padi di Jawa adalah salah satu yang tersubur di dunia.[10]
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting]Kota besar


Berikut 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.[11]
Urutan Kota, Provinsi Populasi
1 Jakarta, DKI Jakarta
8,839,247
2 Surabaya, Jawa Timur
2,611,506
3 Bandung, Jawa Barat
2,280,570
4 Bekasi, Jawa Barat
1,993,478
5 Tangerang, Banten
1,451,595
6 Semarang, Jawa Tengah
1,438,733
7 Depok, Jawa Barat
1,374,903
8 Bogor, Jawa Barat
891,467
9 Malang, Jawa Timur
790,356
10 Surakarta, Jawa Tengah
506,397
[sunting]Demografi


Penduduk pulau Jawa
Dengan populasi sebesar 136 juta jiwa[12] Pulau Jawa adalah yang menjadi tempat tinggal lebih dari 57% populasi Indonesia.[12] Dengan kepadatan 1.029 jiwa/km²,[12]pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk. Sekitar 45% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.[13] Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.400 jiwa/km2.[12]
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Suharto pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program transmigrasi untuk memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang lebih luas. Program ini terkadang berhasil, namun terkadang menghasilkan konflik antara pendatang dari Jawa dengan populasi penduduk setempat.

[sunting]Sumber daya alam
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting]Administrasi
Secara administratif pulau Jawa terdiri atas enam provinsi:
 Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
 Provinsi Banten
 Provinsi Jawa Barat
 Provinsi Jawa Tengah
 Provinsi Jawa Timur
 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pulau ini merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda Besar dan paparan Sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia.
[sunting]Bahasa
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting]Budaya


Seorang pemuda berpakaian tradisional Jawa dengan kelengkapan: blangkon, kain batik, dan keris (1913).
Mitos asal-usul pulau Jawa serta gunung-gunung berapinya diceritakan dalam sebuah kakawin, bernama Tantu Pagelaran. Komposisi etnis di pulau Jawa secara relatif dapat dianggap homogen, meskipun memiliki populasi yang besar dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. Terdapat dua kelompok etnis utama asli pulau ini, yaitu etnis Jawa dan etnis Sunda. Etnis Madura dapat pula dianggap sebagai kelompok ketiga; mereka berasal dari pulau Madura yang berada di utara pantai timur Jawa, dan telah bermigrasi secara besar-besaran ke Jawa Timur sejak abad ke-18.[14] Jumlah orang Jawa adalah sekitar dua-pertiga penduduk pulau ini, sedangkan orang Sunda mencapai 20% dan orang Madura mencapai 10%.[14]
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting]Lihat pula
 Daftar Raja-Raja Jawa
 Bahasa Jawa
 Sastra Jawa
 Suku Jawa
[sunting]Referensi
1. ^ Raffles, Thomas E. : " The History of Java". Oxford University Press, 1965. Page 2
2. ^ a b Raffles, Thomas E. : "The History of Java". Oxford University Press, 1965 . Page 3
3. ^ History of Ancient India Kapur, Kamlesh
4. ^ Hatley, R., Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32.
5. ^ Pope, G G (1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual Review of Anthropology 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355. cited inWhitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309–312.; Pope, G (August 15, 1983). "Evidence on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 80 (16): 4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988. PMID 6410399. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309.; de Vos, J.P. (9 December 1994). "Dating hominid sites in Indonesia" (PDF). Science Magazine 266 (16): 4,988–4992.doi:10.1126/science.7992059. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309.
6. ^ Ricklefs (1991), pp. 16–17
7. ^ Ricklefs (1991), p. 15.
8. ^ Monk,, K.A. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.. hlm. 7. ISBN 962-593-076-0.
9. ^ Management of Bengawan Solo River Area Jasa Tirta I Corporation 2004. Retrieved 26 July 2006
10. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd edition). London: MacMillan. hlm. 15. ISBN 0-333-57690-X.
11. ^ "Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities". City Population. Diakses pada 28 April 2010.
12. ^ a b c d http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html
13. ^ CIA factbook
14. ^ a b Hefner, Robert (1997). Java. Singapore: Periplus Editions. hlm. 58. ISBN 962-593-244-5.
Daftar raja Jawa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Daftar Raja-Raja Jawa)
Belum Diperiksa
Berikut ini adalah daftar raja kerajaan-kerajaan di Jawa, Indonesia:
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Mataram Lawas
o 1.1 Wangsa Syailendra
o 1.2 Wangsa Sanjaya
• 2 Medang
• 3 Kahuripan
o 3.1 Janggala
o 3.2 Kadiri
• 4 Singhasari
• 5 Majapahit
• 6 Demak
• 7 Kerajaan Pajang
• 8 Mataram Baru
o 8.1 Kasunanan Kartasura
o 8.2 Kasunanan Surakarta
o 8.3 Kasultanan Yogyakarta
o 8.4 Praja Mangkunagaran di Surakarta
o 8.5 Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta
• 9 Lihat pula

[sunting]Mataram Lawas
[sunting]Wangsa Syailendra
 Sri Indrawarman (752-775)
 Wisnuwarman (775-782)
 Dharanindra (782-812)
 Samaratungga (812-833)
 Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya)
[sunting]Wangsa Sanjaya
 Sanjaya (732-7xx)
 Rakai Panangkaran : Dyah Pancapana (syailendra)
 Rakai Panunggalan
 Rakai Warak
 Rakai Garung
 Rakai Patapan (8xx-838)
 Rakai Pikatan (838-855), mendepak wangsa Syailendra
 Rakai Kayuwangi (855-885)
 Dyah Tagwas (885)
 Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
 Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
 Rakai Watuhumalang (894-898)
 Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
 Daksa (910-919)
 Tulodong (919-921)
 Dyah Wawa (924-928)
 Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)
[sunting]Medang
 Mpu Sindok (929-947)
 Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
 Makutawangsawardhana (9xx-985)
 Dharmawangsa Teguh (985-1006)
[sunting]Kahuripan
 Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
(Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri)
[sunting]Janggala
(tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hinggawed tahun 1116)
[sunting]Kadiri
(tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)
 Kameswara (1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu
 Jayabaya (1135-1159)
 Rakai Sirikan (1159-1169)
 Sri Aryeswara (1169-1171)
 Sri Candra (1171-1182)
 Kertajaya (1182-1222)
[sunting]Singhasari
 Tunggul Ametung
 Ken Arok (1222-1227)
 Anusapati (1227-1248)
 Tohjaya (1248)
 Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254)
 Kertanagara ( 1254-1292)
[sunting]Majapahit
 Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
 Jayanagara (1309-1328)
 Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
 Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389)
 Wikramawardhana (1390-1428)
 Suhita (1429-1447)
 Dyah Kertawijaya (1447-1451)
 Rajasawardhana (1451-1453)
 Girishawardhana (1456-1466)
 Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
 Girindrawardhana Dyah Wijayakarana(1468-1478)
 Singawardhana Dyah Wijayakusuma (menurut Pararaton menjadi Raja Majapahit selama 4 bulan sebelum wafat secara mendadak ) ( ? - 1486 )
 Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhre Kertabumi (diduga kuat sebagai Brawijaya, menurut Kitab Pararaton dan Suma Oriental karangan Tome Pires pada tahun 1513) (1474-1519)
[sunting]Demak
 Raden Patah (1478 - 1518)
 Pati Unus (1518 - 1521)
 Trenggana (1521 - 1546)
 Sunan Prawoto (1546 - 1549)
[sunting]Kerajaan Pajang
 Jaka Tingkir, bergelar Hadiwijaya (1549 - 1582)
 Arya Pangiri, bergelar Ngawantipuro (1583 - 1586)
 Pangeran Benawa, bergelar Prabuwijoyo (1586 - 1587)
[sunting]Mataram Baru
Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.
 Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
 Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 - 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
 Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 - 1613)
 Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
 Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 - 1645)
 Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 - 1677)
[sunting]Kasunanan Kartasura
Lihat pula: Kasunanan Kartasura
1. Amangkurat II (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
2. Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
3. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
4. Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
5. Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.
[sunting]Kasunanan Surakarta
Lihat pula: Kasunanan Surakarta


Lambang Pakubuwana
1. Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
2. Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
3. Pakubuwana IV (1788 - 1820)
4. Pakubuwana V (1820 - 1823)
5. Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
6. Pakubuwana VII (1830 - 1858)
7. Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
8. Pakubuwana IX (1861 - 1893)
9. Pakubuwana X (1893 - 1939)
10. Pakubuwana XI (1939 - 1944)
11. Pakubuwana XII (1944 - 2004)
12. Gelar Pakubuwana XIII (2004 - sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.
[sunting]Kasultanan Yogyakarta
Lihat pula: Kasultanan Yogyakarta


Lambang Hamengkubuwana
Hamengkubuwana atau Hamengkubuwono atau Hamengku Buwono atau lengkapnya Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah adalah gelar bagi raja Kesultanan Yogyakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Wangsa Hamengkubuwana tercatat sebagai wangsa yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pada masa masing-masing, antara lain Hamengkubuwana I atau nama mudanya Pangeran Mangkubumi, kemudian penerusnya yang salah satunya adalah ayah dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana III. Sri Sultan Hamengkubuwana IX pernah menjabat sebagai wakil presiden Indonesia yang kedua.
Yang bertahta saat ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Daftar sultan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
No. Nama Dari Sampai Keterangan
1. Sri Sultan Hamengkubuwono I
13 Februari 1755
24 Maret 1792

2. Sri Sultan Hamengkubuwono II
2 April 1792
akhir 1810
periode pertama
3. Sri Sultan Hamengkubuwono III
akhir 1810
akhir 1811
periode pertama
Sri Sultan Hamengkubuwono II
akhir 1811
20 Juni 1812
periode kedua
Sri Sultan Hamengkubuwono III
29 Juni 1812
3 November 1814
periode kedua
4. Sri Sultan Hamengkubuwono IV
9 November 1814
6 Desember 1823

5. Sri Sultan Hamengkubuwono V
19 Desember 1823
17 Agustus 1826
periode pertama
Sri Sultan Hamengkubuwono II
17 Agustus 1826
2 Januari 1828
periode ketiga
Sri Sultan Hamengkubuwono V
17 Januari 1828
5 Juni 1855
periode kedua
6. Sri Sultan Hamengkubuwono VI
5 Juli 1855
20 Juli 1877

7. Sri Sultan Hamengkubuwono VII
22 Desember 1877
29 Januari 1921

8. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII
8 Februari 1921
22 Oktober 1939

9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
18 Maret 1940
2 Oktober 1988

10. Sri Sultan Hamengkubuwono X
7 Maret 1989
sekarang
[sunting]Praja Mangkunagaran di Surakarta
Lihat pula: Praja Mangkunagaran


Lambang Mangkunegara
1. Mangkunagara I (Raden Mas Said) (1757 - 1795)
2. Mangkunagara II (1796 - 1835)
3. Mangkunagara III (1835 - 1853)
4. Mangkunagara IV (1853 - 1881)
5. Mangkunagara V (1881 - 1896)
6. Mangkunagara VI (1896 - 1916)
7. Mangkunagara VII (1916 -1944)
8. Mangkunagara VIII (1944 - 1987)
9. Mangkunagara IX (1987 - sekarang)
[sunting]Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta
Lihat pula: Kadipaten Paku Alaman


Lambang Pakualaman
1. Paku Alam I (1813 - 1829)
2. Paku Alam II (1829 - 1858)
3. Paku Alam III (1858 - 1864)
4. Paku Alam IV (1864 - 1878)
5. Paku Alam V (1878 - 1900)
6. Paku Alam VI (1901 - 1902)
7. Paku Alam VII (1903 - 1938)
8. Paku Alam VIII (1938 - 1998)
9. Paku Alam IX (1998 - sekarang)
[sunting]Lihat pula
 Sejarah Mataram Baru
 Pangeran Diponegoro
 Raad van Beheer/Dewan Perwalian Pakualaman
Pangeran Diponegoro
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini tidak memiliki referensi sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa diverifikasi.
Bantulah memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak.
Artikel yang tidak dapat diverifikasikan dapat dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.



Gambar Pangeran Diponegoro (1835)
Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Asal-usul Diponegoro
• 2 Riwayat perjuangan
• 3 Perang Diponegoro
• 4 Penangkapan dan pengasingan
• 5 Pranala luar

[sunting]Asal-usul Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.
[sunting]Riwayat perjuangan
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830.
[sunting]Perang Diponegoro
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri —yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal— di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur Iogistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metoda perang gerilya (geurilia warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. ini bukan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) dimana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.[rujukan?]
[sunting]Penangkapan dan pengasingan
 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.


Lukisan karya Nicolaas Pieneman, "Penyerahan diri Pangeran Diponegero kepada Jenderal De Kock".
 28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado.
 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.
 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.
 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.


Lokasi makam Pangeran Diponegoro di Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen.
Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo sendiri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta.
Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.
Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran.
Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo.
Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.
[sunting]Pranala luar
 (Indonesia) Sebelum Dibuang ke Manado, Pangeran Diponegoro Ditahan di Museum Sejarah, Kompas
[sembunyikan]
l • b • s
Pahlawan nasional Indonesia


Politik Abdul Halim • Achmad Soebardjo • Adam Malik • Adenan Kapau Gani • Alimin • Andi Sultan Daeng Radja • Arie Frederik Lasut • Djoeanda Kartawidjaja • Ernest Douwes Dekker • Fatmawati • Ferdinand Lumbantobing •Frans Kaisiepo • Gatot Mangkoepradja • Hamengkubuwana IX • Herman Johannes • Idham Chalid • Ida Anak Agung Gde Agung • Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono • I Gusti Ketut Pudja • Iwa Koesoemasoemantri •Izaak Huru Doko • Djatikoesoemo • J. Leimena • Johannes Abraham Dimara • Kusumah Atmaja • Mangkunagara I • Maskoen Soemadiredja • Mohammad Hatta • Mohammad Husni Thamrin • Moewardi • Teuku Nyak Arif •Nani Wartabone • Oto Iskandar di Nata • Rasuna Said • Saharjo • Samanhudi • Soekarno • Sukarjo Wiryopranoto • Soepomo • Soeroso • Soerjopranoto • Sutan Syahrir • Syafruddin Prawiranegara • Tan Malaka • Tjipto Mangoenkoesoemo • Oemar Said Tjokroaminoto • Wahid Hasjim • Zainul Arifin


Militer Abdul Haris Nasution • Andi Abdullah Bau Massepe • Basuki Rahmat • Tjilik Riwut • Gatot Soebroto • Harun Thohir • Hasan Basry • John Lie • R.E. Martadinata • Marthen Indey • Tengku Rizal Nurdin • Soedirman •Suprijadi • Oerip Soemohardjo • Usman Janatin • Yos Sudarso • Moestopo


Kemerdekaan
Adisucipto • Abdul Rahman Saleh • Andi Djemma • Bagindo Azizchan • Halim Perdanakusuma • Slamet Rijadi • Iswahyudi • I Gusti Ngurah Rai • Robert Wolter Monginsidi • Sam Ratulangi • Supeno • Ario Soerjo • Sutomo (Bung Tomo)


Revolusi
Ahmad Yani • Karel Satsuit Tubun • Mas Tirtodarmo Harjono • Katamso Darmokusumo • Opu Daeng Risadju • D.I. Pandjaitan • Pierre Tendean • Siswondo Parman • Sugiono • R. Suprapto • Sutoyo Siswomiharjo


Pergerakan Maria Walanda Maramis • dr. Soetomo • Wage Rudolf Soepratman • Wahidin Soedirohoesodo


Sastra Abdoel Moeis • Agus Salim • Amir Hamzah • Mohammad Yamin • Ali Haji bin Raja Haji Ahmad


Seni Ismail Marzuki


Pendidikan Dewi Sartika • Kartini • Ki Hadjar Dewantara • Ki Sarmidi Mangunsarkoro


Integrasi Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng • Silas Papare • Syarif Kasim II dari Siak


Pers Tirto Adhi Soerjo


Pembangunan Moestopo • Suharso • Siti Hartinah • Teuku Mohammad Hasan • Wilhelmus Zakaria Johannes


Agama Ahmad Dahlan • Albertus Soegijapranata • Fakhruddin • Haji Abdul Malik Karim Amrullah • Hasyim Asyari • Hazairin • Ilyas Yakoub • Mas Mansoer • Muhammad Natsir • Muhammad Isa Anshary • Noer Alie • Nyai Ahmad Dahlan • Syech Yusuf Tajul Khalwati


Perjuangan Abdul Kadir • Achmad Rifa'i • Ageng Tirtayasa dari Banten • Andi Mappanyukki • Pangeran Antasari • Sultan Agung dari Mataram • Teungku Chik di Tiro • Cut Nyak Dhien • Tjoet Nyak Meutia • Pangeran Diponegoro •Raja Haji Fisabilillah • Hamengkubuwana I • Sultan Hasanuddin • Tuanku Imam Bonjol • Iskandar Muda dari Aceh • I Gusti Ketut Jelantik • Kiras Bangun • La Madukelleng • Mahmud Badaruddin II dari Palembang • Martha Christina Tiahahu • Nuku Muhammad Amiruddin • Nyi Ageng Serang • Pakubuwana VI • Pakubuwana X • Pattimura • Pong Tiku • Radin Inten II • Ranggong Daeng Romo • Sisingamangaraja XII • Tuanku Tambusai • Teuku Umar • Thaha Syaifuddin dari Jambi • Untung Suropati • Zainal Mustafa




Sultan Agung dari Mataram
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini tidak memiliki referensi sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa diverifikasi.
Bantulah memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak.
Artikel yang tidak dapat diverifikasikan dapat dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.

Untuk Sultan Banjar, lihat Sultan Agung dari Banjar.
Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma
Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram
Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman
Susuhunan Hanyakrakusuma
Panembahan Hanyakrakusuma
Prabu Pandita Hanyakrakusuma
Senapati-ing-Ngalaga Sayidin Panatagama

Lukisan Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma
Memerintah 1613 – 1645

Lahir 1593

Kutagede, Mataram

Meninggal 1645 (umur 52)

Kerta, Mataram

Pendahulu Adipati Martapura

Pengganti Amangkurat I

Selir Ratu Kulon putri Kesultanan Cirebon
Ratu Wetan putri Adipati Batang

Wangsa Dinasti Mataram

Ayah Panembahan Hanyakrawati

Ibu Ratu Mas Adi Dyah Banawati



Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung.
Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram,1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. PresidenNo. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Silsilah keluarga
• 2 Gelar yang Dipakai
• 3 Awal pemerintahan
• 4 Menaklukkan Surabaya
• 5 Pasca penaklukan Surabaya
• 6 Hubungan dengan VOC
• 7 Menyerbu Batavia
• 8 Setelah kekalahan di Batavia
• 9 Akhir kekuasaan
• 10 Wafatnya Sultan Agung
• 11 Rujukan
• 12 Lihat pula
• 13 Referensi

[sunting]Silsilah keluarga
Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang.
Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan.
Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).
[sunting]Gelar yang Dipakai
Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Agung Hanyakrakusuma".
Setelah 1640-an beliau menggunakan gelar "Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah diMakkah,
Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini adalah nama yang paling lazim dan populer, yaitu "Sultan Agung".
[sunting]Awal pemerintahan
Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Adipati Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adiknya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan janji ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu.
Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di desa Karta, sekitar 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.
Saingan besar Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaituLumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.
Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.
Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.
[sunting]Menaklukkan Surabaya
Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.
Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.
Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.
Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.
[sunting]Pasca penaklukan Surabaya
Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita akibat perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di berbagai daerah, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.
Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung sendiri. Pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.
[sunting]Hubungan dengan VOC
Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.
Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.
Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.
[sunting]Menyerbu Batavia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Besar di Batavia


"Serangan Besar di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2]
Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.
Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.
Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulanOktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.
Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.
[sunting]Setelah kekalahan di Batavia
Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.
Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.
Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan denganRatu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.
[sunting]Akhir kekuasaan


Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645)
Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.
Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.
Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar yang tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeripelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.
Sultan Agung menaruh perhatian besar pada kebudayaan Mataram. Ia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.
Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni istana.
Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa Tengah.
[sunting]Wafatnya Sultan Agung

Pintu masuk ke makam Sultan Agung diPemakaman Imogiri di Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,Indonesia (foto tahun 1890).
Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-rajaKesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.
[sunting]Rujukan
 Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
 M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
 Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
 Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
 Pogadaev, V. A. Sultan Agung (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.
[sunting]Lihat pula
 Babad Tanah Jawi
 Rara Mendut
[sunting]Referensi
1. ^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358
2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)
Didahului oleh:
Adipati Martapura
Sultan Mataram
1613-1645 Digantikan oleh:
Amangkurat I

2 komentar:

  1. huwaaapik mas, sayang kalau yg lagi sekolah nggak baca ini

    BalasHapus
  2. huwaaapik mas, sayang kalau yg lagi sekolah nggak baca ini

    BalasHapus