Minggu, 04 Desember 2011

Sejarah Pemilu di Indonesia

Agus Subandi,Drs.MBA

PPKI


Silakan baca:
permohonan pribadi dari
penulis 549 artikel Wikipedia
Kami sekarang menerima Rp (IDR)


Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (独立準備委員会Dokuritsu Junbi Inkai?, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno[1].
[sunting]Keanggotaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar anggota BPUPKI-PPKI
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut[2] [3]:
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu[5] :
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
PPKI di bentuk pada 7 agustus 1945
[sunting]Persidangan
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok[6].
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain[7]:
1. mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945,
2. memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI,
3. membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.
Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara lain:
1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
3. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat "Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab" diganti menjadi "kemanusiaan yang adil dan beradab".
4. Pada pasal 6:1 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli
PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945. Sidang tersebut memutuskan hal - hal berikut[8]:
1. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
2. Membentuk 12 departemen dan menteri - menterinya.
3. Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia atas delapan provinsi beserta gubernur - gubernurnya.
[sunting]Notes
1. ^ http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2145}
2. ^ http://inzpirasikuw.blogspot.com/2010/07/pembentukan-dokuritsu-zyunbi-inkai.html
3. ^ http://ngada.org/ppki1-1945.htm
4. ^ https://laniratulangi.wordpress.com/2011/08/16/sam-ratulangie-di-panitia-persiapan-kemerdekaan-indonesia/
5. ^ http://wikandatu.blogspot.com/2009/08/ppki-panitia-persiapan-kemerdekaan.html}
6. ^ http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=21624
7. ^ http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33
8. ^ http://hendrysuwarno.wordpress.com/bpupki-ppki/
[sembunyikan]
l • b • s
Artikel terkait ideologi Pancasila


Sejarah Pidato "Lahirnya Pancasila" • Piagam Jakarta • Rumusan-rumusan Pancasila


Tokoh terkait Soekarno • Mohammad Hatta • Mohammad Yamin • Alexander Andries Maramis • Abikoesno Tjokrosoejoso • Abdul Kahar Muzakir •Agus Salim • Achmad Soebardjo • Wahid Hasjim • Mohammad Yamin


Badan terkait Panitia Sembilan • BPUPKI • PPKI


Hal terkait Garuda Pancasila • Hari Kesaktian Pancasila • UUD 1945 • Gedung Pancasila • Daftar Anggota BPUPKI-PPKI






Silakan baca:
permohonan pribadi dari
pemrogram Wikipedia Brandon Harris
Kami sekarang menerima Rp (IDR)


Daftar anggota BPUPKI-PPKI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Daftar Anggota BPUPKI-PPKI)
Belum Diperiksa
Daftar Anggota BPUPKI-PPKI adalah nama-nama yang ambil bagian dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Dokuritsu Zyunbi Tyoosa Kai
o 1.1 Daftar Anggota BPUPKI
 1.1.1 Catatan bagian ini:
• 2 Dokuritu Zyunbi Iin Kai
o 2.1 Daftar Anggota PPKI
 2.1.1 Catatan bagian ini:
• 3 Keterangan dan Pertanggung jawaban
• 4 Referensi

[sunting]Dokuritsu Zyunbi Tyoosa Kai
Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai atau yang sering dikenal dengan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah sebuah Badan yang dibentuk oleh Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang yang berkedudukan di Jakarta (selengkapnya baca artikelBPUPKI) ini beranggotakan 67 orang,terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang dan ketrunan Indo lainnya tanpa hak suara. Pada sidang yang kedua (10 Juli-17Juli) Pemerintah [Jepang] menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
[sunting]Daftar Anggota BPUPKI
Nomor Nama anggota dalam EYD Nama anggota dalam ejaan asli Tempat kelahiran Tanggal kelahiran Pekerjaan/Jabatan Keterangan lainnya
1 #) Abdul Kaffar
Kaffar, Abdoel Sampang, Jatim 14-05-1913 Bekas Kapten Mantan Barisan Madura -
2 Abdul KaharMuzakir
Moezakir, Abdoel Kahar Gading, Yogyakarta 16-04-1907 Peg Kantor Kooti Zimu Kyoku Yogya bag Ekonomi -
3 Agus MuhsinDasaad
Dasaad, Agoes Moechsin Sulu, Filipina 25-08-1905 Pemimpin NV Pabrik Tenun, Wa Ketua Jakarta Tokubetu Si Sangi Kai -
4 AR Baswedan
Baswedan, AR. Surabaya 11-09-1908 Angg Tyuuoo Sangi In Angg KNIP 1946
5 *) Bandoro Pangeran Hario Purubojo
Poeroebojo, Bandoro Pangeran Hario Yogyakarta 25-06-1906 Pembesar Kawedanan Kori Kraton Yogyakarta, Angg Tyuuoo Sangi In -
6 *) #) Bendoro Kanjeng Pangeran ArioSuryohamijoyo.
Soerjohamidjojo,Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Solo 13-10-1905 Ajudan Sri Susuhunan Surakarta -
7 Bendoro Pangeran Hario Bintoro
Bintoro', Bendoro Pangeran Hario Yogyakarta 02-08-1914 Pejabat di Kesultanan Yogyakarta -
8 *) Dr. Kanjeng Raden TumenggungRajimanWedyodiningrat
Wedyodiningrat, Radjiman, Kanjeng Raden Tumenggung, Dr Yogyakarta 21-04-1879 Angg Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran Walikukun Kab Ngawi -
9 Dr. Raden BuntaranMartoatmojo
Martoatmodjo, Boentaran, Raden, Dr. Loano, Purworejo 11-01-1896 Ka RSU Negeri Semarang, Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Semarang dan Tyuuoo Sangi In Men Kes I
10 Dr. Raden Suleiman EffendiKusumaatmaja
Koesoemaatmadja, Soleiman Effendi,Raden. Dr. Purwakarta 08-09-1898 Ketua Tihoo Hooin Semarang, Kendal, Semarang Ken Kooto Hooin Kinmu Ketua MA I
11 Dr. SamsiSastrawidagda
Sastrawidagda, Samsi, Dr. Solo 13-03-1894 Ka Kantor Partikelir Tatausaha dan Pajak Surabaya, Angg Tyuuoo Sangi In Men Keu I
12 Dr. SukimanWiryosanjoyo
Wirjosandjojo, Soekiman, Dr. Sewor, Solo 19-06-1896 Dokter Partikelir di Yogyakarta -
13 Drs. Kanjeng Raden Mas HarioSosrodiningrat
Sosrodiningrat,Kanjeng Raden Mas Hario, Drs. Solo 01-12-1902 Solo Kooti Soomuu Tyookan -
14 Drs. MuhammadHatta
Hatta, Mohammad,Drs. Bukit Tinggi, Sumbar 12-08-1902 Angg Tyuuoo Sangi In, Wa Ketua Hookoo Kaigi Jawa Hookookai Wakil Presiden I
15 Haji A.A. Sanusi
Sanoesi, A.A., Haji Cantayan, Sukabumi 18-09-1888 Angg Bogor Syuu Sangi Kai -
16 *) Haji Abdul WahidHasyim
Hasjim, Abdoel Wachid, Haji. Jombang 12-02-1913 Berniaga, Penasehat Kantor Penyelidikan Surabaya. -
17 Haji Agus Salim
Salim, Agoes, Haji. Koto Gadang, IV Koto, Agam, Sumbar 08-10-1884 N/A -
18 #) Ir. PangeranMuhammad Nur
Noor, Mohammad,Pangeran, Ir. Martapura, Banjarmasin 24-07-1901 Pemimpin Kantor Pengairan Bondowoso Gubernur Kalimantan I
19 Ir. Raden Ashar Sutejo Munandar
Moenandar, Ashar Soetedjo, Raden, Ir. Siluwak Sawangan Batang 30-04-1914 Ingenieur Seibu Jawa Denki Zidyoo Koosya Bogor [versi: Suisin Taityoo Ngawi] -
20 Ir. Raden Mas PanjiSurahmanCokroadisuryo
Tjokroadisoerjo, Soerachman, Raden Mas Panji, Ir. Wonosobo 30-08-1894 Pem Kantor Pusat Kerajinan dan Jawata Tera Men Kemakmuran I
21 Ir. Raden RusenoSuryohadikusumo
Soerjohadikoesoemo, Rooseno, Raden, Ir. Madiun 08-08-1908 Ingenieur, Pem distrik II Pengairan Jatim Kediri, Angg Tyuuoo Sangi In, Wa Penasehat Syuu Sangi Kai Kediri -
22 *) Ir. Sukarno.
Soekarno, Ir. Surabaya 06-06-1901 Penasehat Tyuuoo Sangi In, Sango Soomubu Jakarta Presiden I
23 K.H. Abdul Halim(Muhammad Syatari) Halim, Abdul (Mohammad Sjatari),K.H. Majalengka 17-06-1887 Penasehat Perikatan Umat Islam Majalengka, Angg Tyuuoo Sangi In Jakarta. -
24 Kanjeng Raden Mas Tumenggung ArioWuryaningrat.
Woerjaningrat,Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng Ario. Solo 12-03-1885 Bupati Nayoko Kaprah Tengan di Kraton Solo -
25 *) Ki BagusHadikusumo
Hadikoesoemo, Bagoes, Ki Yogyakarta xx-xx-1890 Angg Tyuuoo Sangi In, Ketua Muhammadiyah. -
26 *) Ki Hajar Dewantara
Dewantara, Hajar, Ki Paku Alaman, Yogyakarta 08-05-1889 Angg Tyuuoo Sangi In Soomu Jawa Hookookai Yogyakarta. Menteri P&K I
27 #) Kiai Haji Abdul Fatah Hasan
Hasan, Abdul Fatah,Kiai Haji. Bojonegaro, Cilegon atau Menes (Banten Selatan) (?) xx-xx-1912 Angg Banten Syuu Sangi Kai. -
28 Kiai Haji MasMansoer.
Mansoer, Mas, Kiai Haji. Surabaya 25-06-1896 Kamon Shuumubu, Masyumi Jakarta. -
29 Kiai Haji Masjkur.
Masjkoer, Kiai Haji. Singasari Malang 30-12-1902 Tokoh NU -
30 Liem Koen Hian
Liem, Koen Hian. Banjarmasin xx-xx-1896 N/A Pindah kewarga-negaraan
31 Mas Aris.
Aris, Mas. Karanganyar, Kebumen 02-01-1901 Ketua Pati Syuu Sangi Kai, Angg Tyuuoo Sangi In. -
32 Mas SutarjoKartohadikusumo
Kartohadikoesoemo, Soetardjo. Mas Kunduran, Blora 22-10-1892 Syuutyookan Jakarta. Gubernur Jabar I
33 Mr. A.A. Maramis
Maramis, A. A., Mr. Manado 20-06-1897 Advokat Jakarta. Meneg Kabinet I
34 Mr. Kanjeng Raden Mas TumenggungWongsonagoro.
Wongsonagoro,Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng, Mr. Solo 20-04-1897 Bupati Sragen Residen
35 #) Mr. Mas BesarMartokusumo.
Martokoesoemo, Mas Besar, Mr. Brebes 08-07-1893 Walikota Tegal -
36 Mr. Mas SusantoTirtoprojo
Tirtoprodjo, Soesanto,Mas, Mr. Solo 03-03-1900 Madiun Sityoo -
37 Mr. MuhammadYamin
Yamin, Muhammad,Mr. Sawahlunto, Sumbar 23-08-1903 Penasehat Sendenbu-sendenka (Sanyoo-Sendenbu) -
38 *) Mr. Raden AhmadSubarjo
Soebardjo, Ahmad,Raden, Mr. Krawang 23-03-1897 Pem bag Informasi Gunseikanbu cabang I Jakarta Men LN I
39 Mr. RadenHindromartono,
Hindromartono,Raden, Mr. Gunem, Rembang 31-12-1908 Shokuin Naimobu Roodo Kyoku -
40 Mr. Raden MasSartono.
Sartono, Raden Mas. Mr. Wonogiri 05-08-1900 Advokat, Angg Tyuuoo Sangi In Men Neg Kabinet I
41 Mr. Raden PanjiSinggih.
Singgih, Raden Panji, Mr. Malang 17-10-1894 Pembesar Umum Naimuu Koseika Tyoo Jakarta -
42 Mr. RadenSamsudin
Samsoedin, Raden, Mr. Sukabumi 01-01-1908 N/A -
43 Mr. RadenSuwandi.
Soewandi, Raden, Mr. Ngawi 31-10-1898 Sanyo Bunkyoo Kyoku -
44 Mr. Raden,Sastromulyono.
Sastromoeljono,Raden, Mr. Kudus 16-10-1898 Hakim Kootoo Hooin dan Tihoo Hooin Jakarta Tangerang -
45 *) Mr. YohanesLatuharhary
Latuharhary, Johanes.Mr. Saparua, Ambon 06-07-1900 Peg. Somubu Jakarta Gubernur Maluku I
46 Ny. Mr. Raden AyuMaria Ulfah Santoso
Santoso, Maria Ulfah,Raden Ayu, Mr. Semarang 18-08-1911 Peg Syhobu Jakarta Men Sos 1946
47 Ny. Raden NgantenSiti Sukaptinah SunaryoMangunpuspito
Mangoenpoespito, Siti Soekaptinah Soenarjo, Raden Nganten Yogyakarta 28-12-1907 Kabag Wanita Kantor Pus Jawa Hookoo Kai Jakarta -
48 Oey Tiang Tjoei
Oey, Tiang Tjoei. Jakarta xx-xx-1893 Angg Tyuuoo Sangi In, Presiden Hua Chiao Tong Hui -
49 Oey Tjong Hauw
Oey, Tjong Hauw. Semarang xx-xx-1904 Angg Tyuuoo Sangi In -
50 P.F. Dahler
Dahler, P.F. Semarang 21-02-1883 N/A -
51 Parada Harahap
Harahap, Parada Pargarutan, Sumut 15-12-1899 Direktur Percetakan dan Harian Sinar Baru Semarang Gelar Maharaja Goenoeng Moeda
52 *) Prof. Dr. Mr. RadenSupomo.
Soepomo, Raden, Prof. Mr. Dr. Sukoharjo, Solo 22-01-1903 Pem. Hooki Kyoku, Angg Saikoo Hooin Men Keh I
53 Prof. Dr. Pangeran Ario HuseinJayadiningrat
Djajadiningrat, Husein, Pangeran Ario, Prof. Dr. Kramat Watu, Serang 08-12-1886 Syumubutyoo, Angg Tyuuoo Sangi In Jakarta. -
54 Prof. Dr. RadenJenal Asikin WijayaKusuma
Koesoema, Djenal Asikin Widjaja, Raden. Prof. Dr. Mononjaya, Tasikmalaya 07-06-1891 Wa Pemimpin RSU Negeri, Guru Tinggi Ika Dai Gaku Jakarta -
55 *) Raden Abdul Kadir
Kadir, Abdul, Raden Binjai, Sumut 06-06-1906 Opsir PETA -
56 Raden AbdulrahimPratalykrama
Pratalykrama, Abdoelrahim, Raden Sumenep, Jatim 10-06-1898 Wa Residen Kediri Residen Kediri
57 Raden AbikusnoCokrosuyoso
Tjokrosoejoso, Abikoesno, Raden Ponorogo 16-06-1897 Architectparticulir, Ketua bag Umum kantor pusat Jawa Hookoo Kai Men PU I
58 Raden Adipati ArioPurbonegoro Sumitro Kolopaking
Kolopaking, Poerbonegoro, Soemitro, Raden Adipati Ario. Papringan, Banyumas 14-06-1887 Bupati Banjarnegara -
59 *) Raden AdipatiWiranatakusuma.
Wiranatakoesoema,Raden Adipati. Bandung 08-08-1888 Bupati Bandung Men Dagri I
60 #) Raden AsikinNatanegara
Natanegara, Asikin,Raden Bogor 23-12-1902 Ikyu Keishi pada Keimubu -
61 Raden Mas MargonoJoyohadikusumo
Djojohadikoesoemo, Margono, Raden Mas. Purbolinggo 16-05-1894 Penulis Koperasi Kantor Pusat Koperasi Perdagangan Dagri Jakarta Pendiri BNI 46
62 Raden Mas Tumenggung ArioSuryo
Soerjo, Raden Mas Toemenggoeng Ario Magetan 09-07-1895 Residen Bojonegoro Gubernur Jatim I
63 *) Raden OtoIskandardinata
Iskandardinata, Oto,Raden Bojongsoang, Kab Bandung 31-03-1897 Angg Tyuuoo Sangi In, Zissenkyokutyoo Jawa Hookookai Jakarta Meneg Kabinet I
64 *) ++) Raden Panji Suroso
Soeroso, Raden Pandji Porong, Sidoarjo 03-11-1893 Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Malang Gubernur Jateng I
65 Raden RuslanWongsokusumo
Wongsokoesoemo, Roeslan, Raden Tanah Merah, Sampang, Madura 15-10-1901 Wa Ketua Perseroan Tanggungan Jiwa Bumiputera Jatim, Pembantu kantor cab Asia Raya dan Jawa Shimbun -
66 Raden Sudirman
Soedirman, Raden Semarang 24-12-1890 Wa Ketua Syuu Hookoo Kai dan Penasehat Surabaya Syuu Sangi Kai Residen Surabaya
67 Raden SukarjoWiryopranoto
Wirjopranoto, Soekardjo, Raden Kasugihan, Cilacap 05-06-1903 Pem Surat Kabar Aria Raya Jurubicara Negara
68 Tan Eng Hoa
Tan, Eng Hoa Semarang xx-xx-1907 N/A -
69 Itibangase Yosio
Ichibangase Yosio N/A N/A N/A -
67 ^) [1]
Matuura Mitukiyo
Mitukiyo, Matuura N/A N/A Boo-e ki Kenkyushotyoo -
68 ^)[1]
Miyano Syoozoo
Syoozoo, Miyano N/A N/A Tianbutyoo -
69 ^)[1]
Tanaka Minoru
Minoru, Tanaka N/A N/A Kenkoku Gakuintyoo -
70 ^)[1]
Tokonami Tokuzi
Tokuzi, Tokonami N/A N/A Nainubutyoo -
71 ^)[1]
Itagaki Masumitu
Masumitu ,Itagaki N/A N/A Ika Daigo Kutyoo -
72 ^)[1]
Masuda Toyohiko
Toyohiko, Masuda N/A N/A Jawa Shinbun Hensyukutyoo -
73 ^)[1]
Ide Teitiroo
Teitiroo, Ide N/A N/A Eks Anggota Panitia Adat dan Tata Negara -
[sunting]Catatan bagian ini:
1. Tanda *) menunjukkan anggota tersebut juga menjadi anggota PPKI.
2. Tanda #) menunjukkan anggota tersebut adalah tambahan yang mulai bersidang pada 10 Juli 1945.
3. Tanda +) dan ++) berturut-turut menujukkan anggota tersebut adalah Ketua dan Ketua Muda (Wakil Ketua) BPUPKI.
4. Tanda ^) menujukkan anggota tersebut adalah anggota istimewa bangsa Jepang (tanpa hak suara[?]).
[sunting]Dokuritu Zyunbi Iin Kai
Dokuritu Zyunbi Iin Kai atau yang sering dikenal dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah sebuah Panitia yang dibentuk oleh Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang yang berkedudukan di Jakarta (selengkapnya baca artikel PPKI) ini beranggotakan 21 orang bangsa Indonesia sebagai anggota biasa dan tanpa bangsa Jepang sebagai anggota luar biasa. Pada sidang 18 Agustus 1945 Sukarno sebagai ketua PPKI, dengan sepengetahuan dan persetujuan pemerintah [Militer Jepang (?)] (lihat keterangan di bawah), menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
[sunting]Daftar Anggota PPKI
Nomor Nama anggota dalam EYD Nama anggota dalam ejaan asli Tempat kelahiran Tanggal kelahiran Pekerjaan/Jabatan Keterangan lainnya
1 Anang Abdul Hamidan. Hamidhan, Anang Abdul. Rantau, Kalsel 25-02-1909 Penanggung jawab Kalimantan Raya kemudian Borneo Shimbun -
2 Andi Pangeran Pettarani. Pettarani, Pangeran, Andi. Gowa, Sulsel 14-04-1903 Bontonompo (Gowa) dan Arung Macege (Bone) -
3 *) Bandoro Pangeran HarioPurubojo. Poeroebojo, Bandoro Pangeran Hario. Yogyakarta 25-06-1906 Pembesar Kawedanan Kori Kraton Yogyakarta, Angg Tyuuoo Sangi In -
4 *) Bendoro Kanjeng Pangeran ArioSuryohamijoyo. Soerjohamidjojo,Bendoro Kanjeng Pangeran Ario. Solo 13-10-1905 Ajudan Sri Susuhunan Surakarta -
5 Dr. G.S.S.J. Ratulangie. Ratulangie, G.S.S.J., Dr. Tondano, Minahasa 05-11-1890 Peg Kantor Chosasitu Jakarta dan Makasar (Sw) Gubernur Sulawesi I
6 *) Dr. Kanjeng Raden Tumenggung RajimanWedyodiningrat. Wedyodiningrat, Radjiman, Kanjeng Raden Tumenggung, Dr. Yogyakarta 21-04-1879 Angg Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran Walikukun Kab Ngawi -
7 Dr. M. Amir.
Amir, M, Dr. Talawi, Sawahlunto, Sumbar 27-01-1900 Dokter Pribadi Sultan Langkat Tanjungpura Sumut Men Neg
8 *) ++) Drs. Muhammad Hatta. Hatta, Mohammad, Drs. Bukit Tinggi, Sumbar 12-08-1902 Angg Tyuuoo Sangi In, Wa Ketua Hookoo Kaigi Jawa Hookookai. Wakil Presiden I
9 Drs. Yap Tjwan Bing
Yap, Tjwan Bing, Drs. Solo 31-10-1910 Pengelola Apotek Suniaraya -
10 *) Haji Abdul Wahid Hasyim. Hasjim, Abdoel Wachid,Haji. Jombang 12-02-1913 Berniaga, Penasehat Kantor Penyelidikan Surabaya. -
11 Haji Teuku Mohammad Hasan
Hasan, Moehammad,Teuku, Hadji. Pidie, Aceh 04-04-1906 Peg Kantor Gubernur Medan Gubernur Sumatera I
12 *) +) Ir. Sukarno. Soekarno, Ir. Surabaya 06-06-1901 Penasehat Tyuuoo Sangi In, Sango Soomubu Jakarta Presiden I
13 *) Ki Bagus Hadikusumo. Hadikoesoemo, Bagoes,Ki. Yogyakarta xx-xx-1890 Angg Tyuuoo Sangi In, Ketua Muhammadiyah. -
14 *) #) Ki Hajar Dewantara. Dewantara, Hajar, Ki. Paku Alaman, Yogyakarta 08-05-1889 Angg Tyuuoo Sangi In Soomu Jawa Hookookai Yogyakarta. Menteri P&K I
15 *) Mas SutarjoKartohadikusumo. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. Mas. Kunduran, Blora 22-10-1892 Syuutyookan Jakarta. Gubernur Jabar I
16 Mr. Abdul Abbas. Abbas, Abdul, Mr. Diskie, Binjai, Sumut 11-08-1906 Angg Tyuuoo Sangi In Sumatera Residen Lampung I
17 Mr. I Gusti Ketut Puja.
Pudja, I Gusti Ketut, Mr Singaraja, Bali 19-05-1908 Giyozei Komon (Sunda Minseibu) Gubernur Sunda Kecil I
18 *) #) Mr. Raden AhmadSubarjo. Soebardjo, Ahmad,Raden, Mr. Krawang 23-03-1897 Pem bag Informasi Gunseikanbu cabang I Jakarta Men LN I
19 #) Mr. Raden Iwa KusumaSumantri.
Soemantri, Iwa Koesoema, Raden, Mr. Ciamis 31-05-1899 Bekas hakim Keizei Hooin Makassar -
20 #) Mr. Raden KasmanSingodimejo
Singodimedjo, Kasman,Raden, Mr. Kalirejo, Purworejo 25-02-1908 Dai Dantyoo PETA Jakarta Ketua BKR, Ketua KNIP, Jaksa Agung
21 *) Mr. YohanesLatuharhary. Latuharhary, Johanes. Mr. Saparua, Ambon 06-07-1900 Peg. Somubu Jakarta. Gubernur Maluku I
22 #) Muhammad Ibnu SayutiMelik.
Melik, Mohammad Ibnu Sayuti. Yogyakarta 25-11-1908 Pemred Surat Kabar Sinar Baru Semarang -
23 *) Prof. Dr. Mr. RadenSupomo. Soepomo, Raden, Prof. Mr. Dr. Sukoharjo, Solo 22-01-1903 Pem. Hooki Kyoku, Angg Saikoo Hooin Men Keh I
24 *) Raden Abdul Kadir. Kadir, Abdul, Raden. Binjai, Sumut 06-06-1906 Opsir PETA. -
25 *) #) Raden AdipatiWiranatakusuma. Wiranatakoesoema,Raden Adipati. Bandung 08-08-1888 Bupati Bandung Men Dagri I
26 *) Raden OtoIskandardinata. Iskandardinata, Oto,Raden. Bojongsoang, Kab Bandung 31-03-1897 Angg Tyuuoo Sangi In, Zissenkyokutyoo Jawa Hookookai Jakarta. Meneg Kabinet I
27 *) Raden Panji Suroso. Soeroso, Raden Pandji. Porong, Sidoarjo 03-11-1893 Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Malang Gubernur Jateng I
[sunting]Catatan bagian ini:
1. Tanda *) menunjukkan anggota tersebut juga menjadi anggota BPUPKI
2. Tanda #) menunjukkan anggota tersebut adalah tambahan (sepengetahuan dan mendapat persetujuan pemerintah [Jepang?] lihat Risalah hal 327 [edisi II] dan 445 [edisi III])
3. Tanda +) dan ++) berturut-turut menujukkan anggota tersebut adalah Ketua dan Wakil Ketua PPKI
[sunting]Keterangan dan Pertanggung jawaban
1. Data bersumber pada Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei-22 Agustus Edisi ke-3 (Saafroedin et. al. [Ed], 1995) dan Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei-19 Agustus Edisi ke-2 Cetakan ke-4 (Saafroedin et. al. [Ed], 1993);selanjutnya disebut Risalah.
2. Nama anggota dalam ejaan asli merupakan nama yang tertulis pada Biodata Anggota BPUPKI dan PPKI (buku bagian terakhir dan tanpa halaman), kecuali untuk anggota yang berkebangsaan Jepang diambilkan dari Sidang 11 Juli 1945 hal 201-204 Risalah edisi III dan hal 166-170 Risalah edisi II (lihat poin atas).
3. Nama anggota dalam EYD adalah nama yang ejaannya disesuaikan dengan EYD dan disusun ulang, sebagian menyesuaikan dengan berbagai halaman pada Risalah, dan sebagian merupakan usaha penyusun sendiri. Penyusunan/pengurutan Anggota BPUPKI dan PPKI berdasarkan pada kolom ini.
4. Untuk nama cetak tebal (bold) merupakan nama keluarga/marga (family name) atau nama yang dianggap nama keluarga/marga (family name).
5. Untuk nama cetak miring (italic) merupakan gelar akademis, kebangsawanan, keagamaan, maupun gelar yang lain.
6. Tempat tanggal lahir sebagian diperjelas dengan menunjukkan lingkungan Provinsi sekarang (2007)
7. Tanggal lahir dan bulan lahir xx belum diketahui
8. Pekerjaan/Jabatan adalah pekerjaan anggota di tahun 1944/1945 (saat menjabat sebagai anggota BPUPKI dan atau PPKI)
9. N/A (Not Available) pada Kolom Nama, Tempat dan Tanggal Lahir serta Pekerjaan adalah belum terdapat data.
10. Anggota BPUPKI pada sidang I (28 Mei – 1 Juni 1945) berjumlah 62 orang bangsa Indonesia dan 8 orang anggota Luar Biasa (Istimewa) Berkebangsaan Jepang (lihat di atas). Pada sidang ke II (10-17 Juli 1945) keanggotaan ditambah 6 orang bangsa Indonesia (lihat Risalah edisi III: xxv-xxvii, 86, 371-372 dan Risalah edisi II: 74).
11. Anggota PPKI pada saat pembentukannya (7 Agustus 1945) berjumlah 21 orang bangsa Indonesia. Pada 18 Agustus 1945 ditambah 6 orang dengan sepengetahuan dan persetujuan Pemerintah [Jepang(?)] (Risalah edisi III: 445 dan Risalah edisi II, 1993: 327)
[sunting]Referensi
1. Saafroedin Bahar et. al. (Ed). (1993) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945 – 19 Agustus 1945. Edisi II. Cetakan 4. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
2. __________________ (1995) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Edisi III Jakarta: Sekretariat Negara RI.
1. ^ a b c d e f g Silalahi, Saing. 2001. Dasar-dasar INDONESIA MERDEKA: Versi Para Pendiri Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[sembunyikan]
l • b • s
Artikel terkait ideologi Pancasila


Sejarah Pidato "Lahirnya Pancasila" • Piagam Jakarta • Rumusan-rumusan Pancasila


Tokoh terkait Soekarno • Mohammad Hatta • Mohammad Yamin • Alexander Andries Maramis • Abikoesno Tjokrosoejoso • Abdul Kahar Muzakir •Agus Salim • Achmad Soebardjo • Wahid Hasjim • Mohammad Yamin


Badan terkait Panitia Sembilan • BPUPKI • PPKI


Hal terkait Garuda Pancasila • Hari Kesaktian Pancasila • UUD 1945 • Gedung Pancasila • Daftar Anggota BPUPKI-PPKI


Kategori:
• BPUPKI
• Daftar bertopik Indonesia

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari BPUPKI)
Belum Diperiksa
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang:Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis,[1] terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Rapat Pertama
• 2 Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
• 3 Rapat Kedua
• 4 Susunan keanggotaan BPUPKI
• 5 Referensi
• 6 Pranala luar
• 7 Pustaka

[sunting]Rapat Pertama

Gedung Volksraad di tahun 1925
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada zaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:
1. peri kebangsaan
2. peri kemanusiaan
3. peri ke Tuhanan
4. peri kerakyatan
5. peri kesejahteraan rakyat
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
1. persatuan
2. keseimbangan lahir dan batin
3. kekeluargaan
4. keadilan rakyat
5. musyawarah
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:[2]
a. nasionalisme dan kebangsaan Indonesia
b. internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. mufakat atau demokrasi
d. kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda.
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
[sunting]Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Dalam masa reses (masa istirahat) antara Sidang I BPUPKI dengan Sidang II BPUPKI, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
5. KH. Wachid Hasyim (anggota)
6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8. H. Agus Salim (anggota)
9. Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
 Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
[sunting]Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.[3][4]
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
1. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
2. Mr. Wongsonegoro
3. Mr. Achmad Soebardjo
4. Mr. A.A. Maramis
5. Mr. R.P. Singgih
6. H. Agus Salim
7. Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
[sunting]Susunan keanggotaan BPUPKI
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar anggota BPUPKI-PPKI
1. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
2. R.P. Soeroso (Wakil Ketua)
3. Ichibangase Yosio (Wakil Ketua) - orang Jepang
4. Ir. Soekarno
5. Drs. Moh. Hatta
6. Mr. Muhammad Yamin
7. Prof. Dr. Mr. Soepomo
8. KH. Wachid Hasjim
9. Abdoel Kahar Muzakir
10. Mr. A.A. Maramis
11. Abikoesno Tjokrosoejoso
12. H. Agoes Salim
13. Mr. Achmad Soebardjo
14. Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djajadiningrat
15. Ki Bagoes Hadikoesoemo
16. AR Baswedan
17. Soekiman Wirjosandjojo
18. Abdoel Kaffar
19. R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
20. KH. Ahmad Sanusi
21. KH. Abdul Halim
22. Liem Koen Hian
23. Tan Eng Hoa
24. Oey Tiang Tjoe
25. Oey Tjong Hauw
26. Drs. Yap Tjwan Bing.
[sunting]Referensi
1. ^ Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan berperan secara ex officio:
a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesia
b. Sebagai lembaga resmi yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan UUD Negara
c. Sebagai lembaga yang dapat memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
d. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesia
e. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.
 Lihat:
- Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777.
- Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247.
 ^ Transkrip Pidato BK di Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, 1 Juni 1945, ditulis ulang di Internet oleh Ronni
 ^ Asal Mula Wilayah Negara Indonesia
 ^ Risalah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai oleh Jeffrey Anjasmara
[sunting]Pranala luar
[sunting]Pustaka
 Hidayat, Komaruddin (2008). Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa. PT Mizan Publika. hlm. 795. ISBN9794335169, 9789794335161.
 Elson, Robert Edward (2008). The idea of Indonesia: a history. Cambridge University Press. hlm. 365. ISBN 0521876486, 9780521876483.
[tampilkan]
l • b • s
Anggota BPUPKI

[tampilkan]
l • b • s
Artikel terkait ideologi Pancasila


• Asal Mula Wilayah Negara Indonesia
• Posted on June 14, 2006 | 13 Comments
• Sebenarnya, siapa sih yang menentukan bahwa wilayah negara republik Indonesia itu terdiri dari pulau Sumatra, Jawa (dan sekitarnya, including Madura, Bali, NTT, dst), Kalimantan, Sulawesi, juga Papua?
• Ternyata, yang menentukan adalah pada panitia perumus kemerdekaan Indonesia dulu (PPKI). Jadi, selama 3 bulan sebelum dan setelah proklamasi, mereka bekerja keras bersidang untuk menentukan segala macam hal yang diperlukan bagi sebuah bangsa yang merdeka. Dari naskah proklamasi, undang-undang dasar (UUD 1945), dasar negara (Pancasila), bentuk negara, wilayah, dan lainnya.
• (Transkrip)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Sidang Kedua
Rapat Besar tanggal 10 Juli 1945 (Lanjutan)
Waktu: 16.35 – 18.00 ( 15.05 – 16.30 WIB)
Tempat: Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang departemen Luar Negeri)
Acara: Pembahasan tentang wilayah negara
Ketua sidang: Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat
• (Gue nulis pokok-pokoknya aja, dari diskusi dibagian akhir rapat pembahasan ini)
• …
Wakil ketua SOEROSO:
Sebelum distem akan saya terangkan aliran-aliran terhadap batas negara, supaya dengan begitu Tuan-tuan dapat memberi suara dengan sebaiknya. Ada 3 aliran, yaitu:
1. Memandang batasnya, ialah Hindia Belanda dahulu.
2. Hindia Belanda dahulu ditambah Borneo Utara, ditambah Papua ditambah Timor semuanya.
3. Hindia Belanda dahulu ditambah Malaka, ditambah Borneo Utara ditambah Papua ditambah Timor, dan kepulauan sekelilingnya.
Jadi, menurut apa yang saya tangkap ada 3 aliran.
• ….
• Ketua RADJIMAN:
Saya ulangi lagi, Tuan-tuan anggota. Bagian yang diusulkan ialah:
1. Hindia Belanda dahulu.
2. Hindia Belanda dahulu, Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor dan kepulauan sekitarnya.
• Anggota SALIM:
Cara bagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar? Sebab tidak ditentukan cara bagaimana masuknya.
• Ketua RADJIMAN:
Nanti ada di dalam Undang-undang Dasar.
• Anggota HATTA:
Ada satu lagi: Hindia Belanda dahulu ditambah Malaka dipotong Papua.
• Wakil ketua SOEROSO:
Sekarang diangkat Komisi, terdiri dari 3 orang.
Tuan Oto Iskandardinata (kakeknya Nia Dinata, bo!-red), Abikoesno, dan Laturharhary.
• Anggota OTO ISKANDARNIDATA:
Tuan-tuan yang terhormat, yang ikut mengeluarkan suara ada 66 anggota dan adanya kertas pun 66. Biarpun di antaranya itu, ada yang corak dan bentuknya kertas lain daripada yang dibagikan, tetapi panitia menentukan, ini pun dianggap sah.
(Pemungutan suara dilakukan dengan surat)
• Anggota OTO ISKANDARNIDATA:
Paduka Tuan Ketua, suara yang dikeluarkan oleh anggota-anggota yang terhormat, ialah 66. Daripada 66 ini, yang jatuh kepada No. 2 ialah 39, kepada No. 1 ada 19, kepada No. 3 ada 6, yang blangko 1 dan kepada lain-lain 1, jumlahnya 66. Jadi, dengan pilihan yang baru dilakukan yang dipilih, ialah No. 2. Sekianlah. (No. 2 ialah Hindia Belanda dahulu ditambah Malaka, ditambah Borneo Utara ditambah Papua ditambah Timor, dan kepulauan sekelilingnya).
• Ketua RADJIMAN:
Saya mengucapkan terima kasih kepada komisi.
Dan saya tetapkan pada saat ini, para anggota yang terhormat, yang diputuskan, yang disahkan hari ini oleh persidangan, yaitu bahwa daerah yang masuk Indonesia Merdeka: Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
(tepuk tangan)
Sekarang saya adakan istirahat beberapa menit, kira-kira 10-15 menit (sidang ditutup untuk beristirahat pada jam 12.05).
Pada jam 12.30 rapat dibuka lagi.
• Studio, Jumat 2 Juni 2006/ 12:15 PM, dalam rangka hari jadi Pancasila bo (1 Juni)
Diambil dari buku:
Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1995 (Edisi III).
(share) transkrip pidato bk di sidang dokuritsu zyunbi tyoosakai, 1 juni 1945
jun 6, '06 9:38 pm
untuk semuanya
Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, 1 Juni 1945 – Ir. Sukarno


Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata: Ah saya belum berani kawin, tunggu dulu gajih F.500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai sendok-garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin. Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu „meja-makan", lantas satu zitje, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat-tidur: kawin. Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, elektrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, sang Ndoro dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara!
(Tepuk tangan, dan tertawa)

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: k i t a i n i b e r a n i m e r d e k a a t a u t i d a k ? ? Inilah, saudara-saudara sekalian, Paduka tuan ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian P.T. Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika t i a p - t i a p orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka!
(Tepuk tangan riuh).

D i d a l a m Indonesia merdeka itulah kita m e m e r d e k a k a k a n rakyat kita!! D i d a l a m Indonesia Merdeka itulah kita m e m e r d e k a k a n hatinya bangsa kita! D i d a l a m Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud m e m e r d e k a k a n rakyat Arabia satu persatu. D i d a l a m Soviet-Rusia Merdeka Stalin m e m e r d e k a k a n hati bangsa Soviet-Rusia satu persatu.

Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak dysenterie, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu. „Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka". Saya berkata, kalau inipun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. D i d a l a m Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. D i d a l a m Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, d i d a l a m Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan „jembatan". Di seberang jembatan, j e m b a t a n e m a s, inilah, baru kita l e l u a s a menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internationalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak!. Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internationalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahnya, - sudahlah ia merdeka. Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka atau tidak?
(Jawab hadlirin: Mau!)

Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal „merdeka", maka sekarang saya bicarakan tentang hal d a s a r.
Paduka tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang paduka tuan Ketua kehendaki! Paduka tuan Ketua minta d a s a r , minta p h i l o s o p h i s c h e g r o n d s l a g, atau, jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu „Weltanschauung", diatas mana kita mendirikan negara Indonesia itu. Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak diantara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu „Weltanschauung". Hitler mendirikan Jermania di atas „national-sozialistische Weltanschauung", - filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Soviet diatas satu „Weltanschauung", yaitu Marxistische, Historisch-
materialistische Weltanschaung. Nippon mendirikan negara negara dai Nippon di atas satu „Weltanschauung", yaitu yang dinamakan „Tennoo Koodoo Seishin". Diatas „Tennoo Koodoo Seishin" inilah negara dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu „Weltanschauung", bahkan diatas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh paduka tuan Ketua yang mulia: Apakah „Weltanschauung" kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka?

Tuan-tuan sekalian, „Weltanschauung" ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam „Weltanschauung", bekerja mati-matian untuk me"realiteitkan" „Weltanschauung" mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikusno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan, Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed: „Soviet-Rusia didirikan didalam 10 hari oleh Lenin c.s.", - John Reed, di dalam kitabnya: „Ten days that shook the world", „sepuluh hari yang menggoncangkan dunia" -, walaupun Lenin mendirikan Soviet-Rusia di dalam 10 hari, tetapi „Weltanschauung"nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu diatas „Weltanschauung" yang sudah ada. Dari 1895 „Weltanschauung" itu telah disusun. Bahkan dalam revolutie 1905, Weltanschauung itu „dicobakan", di „generale-repetitie-kan". Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri „generale-repetitie" dari pada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, „Weltanschaung" itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu di atas „Weltanschauung" yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian? Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung. Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya „Weltanschauung" itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini, „Weltanschauung" ini, dapat menjelma dengan dia punya „Munschener Putsch", tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya yang beliau dapat merebut kekuasaan, dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar „Weltanschauung" yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu. Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah „Weltanschauung" kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka diatasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan doktor Sun Yat Sen? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi „Weltanschauung"nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku „The three people"s principles" San Min Chu I, - Mintsu, Minchuan, Min Sheng, - nasionalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru diatas „Weltanschauung" San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun. Kita hendak mendirikan negara Indonesia merdeka di atas „Weltanschauung" apa? Nasional-sosialisme-kah, Marxisme-kah, San Min Chu I-kah, atau „Weltanschauung' apakah?

Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, - macam-macam - , tetapi alangkah benarnya perkataan dr Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari p e r s a t u a n p h i l o s o p h i s c h e g r o n d s l a g , mencari satu „Weltanschauung" yang k i t a s e m u a setuju. Saya katakan lagi s e t u j u ! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang sdr. Sanoesi setujui, yang sdr. Abikoesno setujui, yang sdr. Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita b e r -s a m a - s a m a setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara „semua buat semua". Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi „semua buat semua". Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokurutu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun yang lebih, ialah:

Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar k e b a n g s a a n. K i t a m e n d i r i k a n s a t u n e g a r a k e b a n g s a a n I n d o n e s i a. Saya minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain: maafkanlah saya memakai perkataan „kebangsaan" ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara- saudara, janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar k e b a n g s a a n. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu n a s i o n a l e s t a a t, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang tuanpun bangsa Indonesia. Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia. S a t u N a t i o n a l e S t a a t ! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempoh sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa? Menurut Renan syarat bangsa ialah „kehendak akan bersatu". Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: „le desir d'etre ensemble", yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu. Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya „Die Nationalitatenfrage", disitu ditanyakan: „Was ist eine Nation?" dan jawabnya ialah: „Eine Nation ist eine aus chiksals-gemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft". Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib). Tetapi kemarinpun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata: „verouderd", „sudah tua". Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah „verouderd", sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik. Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Moenandar, mengatakan tentang „Persatuan antara orang dan tempat".

Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya! Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan "Gemeinschaft"nya dan perasaan orangnya, „l'ame et desir". Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu, Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu t a n a h a i r. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana „kesatuan-kesatuan" disitu. Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar, lautan Pacific dan lautan Hindia, dan diantara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa,Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil diantaranya, adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai „golfbreker" atau pengadang gelombang lautan Pacific, adalah satu kesatuan. Anak kecilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan. Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai kesatuan pula, Itu ditaruhkan oleh Allah SWT demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani, adalah satu kesatuan. Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan uang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita! Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup „le desir d'etre ensembles", tidak cukup definisi Otto Bauer „aus schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft" itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau, diantara bangsa di Indonesia, yang paling ada „desir d'entre ensemble", adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2,5 milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuaan, melainkan hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan! Penduduk Yogyapun adalah merasa „le desir d'etre ensemble", tetapi Yogyapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan „le desir d'etre ensemble", tetapi Sundapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan „le desir d'etre ensemble" diatas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah s e l u r u h manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! S e l u r u h n y a !, karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada „le desir d'etre enemble", sudah terjadi „Charaktergemeinschaft"! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi s a t u, s a t u, sekali lagi s a t u !
(Tepuk tangan hebat).

Kesinilah kita semua harus menuju: mendirikan satu Nationale staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari Ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan diatara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan „golongan kebangsaan". Kesinilah kita harus menuju semuanya.

Saudara-saudara, jangan orang mengira bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren, bukan Sakssen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermanialah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang diutara dibatasi pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segi-tiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat. Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka dijaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di jaman Sriwijaya dan di zaman Majapahit. Di luar dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan persaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, berkata, bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoedin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat. Nationale staat hanya Indonesia s e l u r u h n y a, yang telah berdiri dijaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: K e b a n g s a a n I n d o n e s i a . Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi k e b a n g s a a n I n d o n e s i a, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku-Kaityoo, Tuan menjawab: „Saya tidak mau akan kebangsaan".

(T U A N L I M K O E N H I A N : Bukan begitu. Ada sambungannya lagi. )

(T U A N S O E K A R N O:) Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena tuan Lim Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya „menschheid", „peri kemanusiaan". Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa a d a kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, - katanya: jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, - ialah Dr SunYat Sen! Di dalam tulisannya „San Min Chu I" atau „The Three People's Principles", saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah r a s a k e b a n g s a a n, oleh pengaruh „The Three People"s Principles" itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, - sampai masuk kelobang kubur.(Anggauta-anggauta Tionghoa bertepuk tangan).

Saudara-saudara.
Tetapi ........ tetapi ........... memang prinsip kebangsaan ini ada b a h a y a n y a ! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berfaham „Indonesia uber Alles". Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini! Gandhi berkata: „Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan „My nationalism is humanity". Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropah, yang mengatakan „Deutschland uber Alles", tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya, bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru, „bangsa Aria", yang dianggapnya tertinggi diatas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.

Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan „i n t e r n a s i o n a l i m e". Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud k o s m o p o l i t i s m e, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya. Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara „semua buat semua", „satu buat semua, semua buat satu". S a y a y a k i n s y a r a t y a n g m u t l a k u n t u k k u a t n y a n e g a r a I n d o n e s i a i a l a h p e r m u s y a w a r a t a n p e r w a k i l a n . Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, -- maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, -- tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan, hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat. Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan Perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar-supaya sebagian yang terbesar dari pada kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam disini agama yang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-
pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggautanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar h i d u p di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, h i d u p l a h Islam Indonesia, dan bukan Islam yang hanya diatas bibirsaja. Kita berkata, 90% dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah didalam sidang ini berapa % yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam, setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjoangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam badan-perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjoangan faham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjoangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara islam dan saudara-saudara kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang kristen, itu adil, - fair play!. Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjoangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjoangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar dari padanya beras, dan beras akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan.

Priinsip No. 4 sekarang saya usulkan, Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip k e s e j a h t e r a a n, p r i n s i p: t i d a k a k a n a d a k e m i s k i n a n d i d a l a m I n d o n e s i a M e r d e k a. Saya katakan tadi: prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy, sosialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyat sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democracy. Tetapi tidakkah diEropah justru kaum kapitalis merajalela? Di Amerika ada suatu badan perwakilan rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan- badan perwakilan rakyat yang diadakan disana itu, sekedar menurut resepnya Franche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan democratie disana itu hanyalah p o l i t i e k e democratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, -- tak ada k e a d i l a n s o s i a l, tidak ada e k o n o m i s c h e democratie sama sekali.

Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures, yang menggambarkan politieke democratie. „Di dalam Parlementaire Democratie, kata Jean Jaures, di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak p o l i t i e k yang sama, tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlement. Tetapi adakah Sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat?" Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi: „Wakil kaum buruh yang mempunyai hak p o l i t i e k itu, di dalam Parlement dapat menjatuhkan minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di dalam paberik, - sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar keluar ke jalan raya, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa". Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?

Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni p o l i ti e k - e c o m i s c h e democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia-baru yang di dalamnya a d a keadilan di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan p o l i t i e k, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan e k o n o m i kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.

Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang b e r sa m a d e n g a n m a s y a r a k a t dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid. Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan kepada negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab? Oleh karena monarchie „vooronderstelt erfelijkheid", - turun-temurun. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih oleh Rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan automatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.

Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:

1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, - atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, - atau demukrasi.
4. Kesejahteraan sosial.

Prinsip yang kelima hendaknya:
Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Prinsip K e t u h a n a n ! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada „egoisme-agama". Dan hendaknya N e g a r a Indonesia satu N e g a r a yang bertuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang b e r k e a d a b a n. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah h o r m a t - m e n g h o r m a t i s a t u s a m a l a i n.
(Tepuk tangan sebagian hadlirin).

Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama- agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah K e t u h a n a n y a n g b e r k e b u d a y a a n, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula! Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang berkebudayaan!

Saudara-saudara! „Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan d a s a r. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya?
(Seorang yang hadir: Pendawa lima).

Pendawapun lima oranya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah P a n c a S i l a. Sila artinya azas atau d a s a r, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
(Tepuktangan riuh).

Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah „perasan" yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan s o c i o - n a t i o n a l i s m e. Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek-economische demokratie, yaitu politieke demokrasi d e n g a n sociale rechtvaardigheid, demokrasi d e n g a n kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan s o c i o -d e m o c r a t i e. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang k i t a s e m u a harus mendukungnya. S e m u a b u a t s e m u a ! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, - s e m u a b u a t s e m u a ! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan „ g o t o ng - r o y o n g „. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara g o t o n g r o y o n g! Alangkah hebatnya! N e g a r a G o t o n g R o y o n g !
(Tepuk tangan riuh rendah).

„Gotong Royong" adalah faham yang d i n a m i s, lebih dinamis dari „kekeluargaan", saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, b e r s a m a- s a m a ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. A m a l semua buat kepentingan semua, k e r i n g a t semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
(Tepuktangan riuh rendah).

Prinsip Gotong Royong diatara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-saudara, yang saya usulkan kepada saudara-saudara. Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah pancasila? I s i n y a telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa peperangan, saudara-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, - di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, bahwa kita
mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT.

Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel, peraturan bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Panca Sila. Sebagai dikatakan tadi,saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara- saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjoang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhananan.

Panca Sila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh-puluh tahun. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak satu Weltaschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi r e a l i t e i t, jika tidak dengan p e r j o an g a n !

Janganpun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen! „D e Mensch", -- manusia! --, harus p e r j o a n g k a n itu.

Zonder perjoangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjoangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjoangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder perjoangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Janganpun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur'an, zwart op wit (tertulis di atas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjoangan manusia yang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis didalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjoangan ummat Kristen. Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Panca Sila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup diatas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan sempurna, -- janganlah lupa akan syarat untuk menyeleng-garakannya, ialah perjoangan, perjoangan, dan sekali lagi pejoangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjoangan kita telah berakhir.Tidak! Bahkan saya berkata: D i d a l a m Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan t e r u s, hanya lain sifatnya dengan perjoangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjoang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Panca Sila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bawa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak mengambil risiko, -- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad - mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai keakhir jaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad „Merdeka, -- merdeka atau mati"!
(Tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap „verschrikkelijk zwaarwichtig" itu. Terima kasih!
(Tepuk tangan riuh rendah dari segenap hadlirin).

• Bagus dibaca: Risalah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
• Jeffrey Anjasmara
Wed, 30 Aug 2000 19:21:53 -0700
• Saya kumpulkan dari puluhan cuplikan email. Saya sangat takjub melihat
• ringkasan pidato-pidato tokoh-tokoh pendiri kita ini. Begitu panjang pikiran
• mereka, dan begitu tidak kelihatan semua bentuk kedaerahan. Rasanya jadi
• demikian buruk kualitas anggota MPR dan DPR, serta tokoh-tokoh politik di
• Indonesia saat ini.

• Jeffrey Anjasmara

• Note: Saya kumpulkan ke format Microsoft Word 2000, kalau ada yg berminat
• (supaya enak bacanya) silakan hubungi saya.

• -------------------------------------------------------
• From: Mardijkers <[EMAIL PROTECTED]>
• Date: Mon Aug 14, 2000 2:11pm
• Subject: 45

• Di depanku buku hitam yang tak bagus lagi, toean-poean. Risalah sidang
• Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atawa Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
• Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian berganti menjadi Panitia Persiapan
• Kemerdekaan Indonesia, yang nanti akan bernama Komite Nasional Indonesia,
• lalu Komite Nasional Indonesia Pusat. MPR made in Nippon.

• Sidang pada serangkain hari di bulan Mei, Juni dan Agustus 1945 itu adalah
• sidang yang serba tergesa-gesa, kata orang. Kerjaan orang-orang pinter yang
• ingin berkuasa, kata orang. Kaum fasis radikal yang menendang semua pikiran
• bijak moderat. Akrobat politik, tuduh van Mook.

• Diterbitkan oleh Sekretariat Negara RI untuk yang ke-empat kalinya tahun
• 1993, risalah ini diambil-alih dari karya Prof.Mr. Haji Muhammad Yamin 1959.
• Dicetak tidak sebagus buku-buku manajemen PT Airlangga atau roman Lupus PT
• Gramedia, pengetikan belepotan sana-sini. Kualitas koperasi, murah terbeli.
• Tak ada edisi luksnya seperti AlQuran. Kerna, bagi Sekretariat Negara
• pimpinan Bapak Moerdiono (dimana dia sekarang?), masa lalu adalah masa yang
• lewat, nggak perlu terlalu dianalisis ditangisi digetuni. Peristiwa yang
• telah berlalu adalah debu, boleh tersapu angin menderu-deru.

• Maka biarlah kucupliki saja apa-apa yang terbuka tangan terlihat mata,
• toean-poean. Kuajak kau menoleh ke belakang. Menyaksikan mimpi, nalar,
• nafsu, trik, eksploitasi, rhetorik, senda-gurau, rindu-dendam, gelisah dan
• kenaifan. Di ruang berkursi rotan, bermeja kayu tak bertaplak, tanpa
• mikropon tanpa AC itu anda semua pernah duduk terpana.*

• [oe] 45a

• Mr. Muhamad Yamin:

• Selainnya daripada itu Garuda Negara Indonesia tidak mau mengenal enclaves
• atau tanah kepunyaan dalam ruangan hidup bangsa Indonesia,
• yang telah ditentukan sejak empat ribu tahun oleh Sang Alam dan sudah
• diberkati dengan takdir Tuhan Ilahi menjadi tumpah darah Indonesia
• yang tentu batas dan luasnya.

• Garuda Negara Indonesia hendak terbang membubung tinggi dengan gagahnya
• meliputi daerah yang terhampar dari gentingan Kra di tanah
• Semenanjung Melayu dan Pulau Weh di puncak utara Sumatra, sampai ke kandung
• Sampanmangio di kaki Gunung Kinibalu dan Pulau Palma Sangihe di sebelah
• utara Sulawesi, meliputi daerah yang delapan (Sumatera, Jawa, Borneo,
• Malaya, Selebes, Sunda Kecil, Maluku dan Papua) dengan segala pulau-pulau
• sekelilingnya. Peta daerah daratan dan lautan sekeliling benua kepulauan itu
• sudah terlukis dengan garis yang tentu dalam dada bangsa Indonesia. Lukisan
• daerah itu hendak dibelanya dengan jiwa dan darah. Dasar penentuan daerah
• hendaklah sejajar
• dengan kemauan itu, supaya Negara Indonesia dipangku oleh putera negara
• dengan keikhlasan hati yang girang-gembira.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 29 Mei 1945, h. 21)

• [oe] 45b

• Mr. Muhamad Yamin:

• Dua hari yang lampau Tuan Ketua memberi kesempatan kepada kita sekalian juga
• boleh mengeluarkan perasaan. Memang orang Indonesia
• berpikir dengan hati dan berasa dengan jantung. Baiklah sebagai penutup saya
• curahkan perasaan saya dengan sya'ir:

• REPUBLIK INDONESIA

• Abadilah Republik Indonesia
• Untuk selama-lamanya,
• Yang dilindungi tumpah-darah
• Benua kepulauan yang indah,
• Antara cakrawala langit yang murni
• Dengan bumi tanah yang sakti.

• Di samping teman, di hadapan lawan
• Negara berdiri ditakdirkan Tuhan,
• Untuk keselamatan seluruh bangsa
• Supaya berbahagia segenap ketika;
• Berbudi setia, tenaga Merdeka
• Dengan menjunjung kedaulatan Negara.

• Di atas abu negara kedua
• Kami membentuk negara ketiga,
• diiringkan lagu Indonesia Raya;
• Di bawah kibaran bendera bangsa,
• Di sanalah rakyat hidup berlindung,
• Berjiwa merdeka, tempat bernaung.

• Kami bersiap segenap ketika,
• Dengan darah, jiwa dan raga,
• Membela negara junjungan tinggi
• Penuh hiasan lukisan hati:

• Melur-cempaka dari daratan
• Awan angkasa putih kelihatan
• Buih gelombang dari lautan.

• Hati yang mukmin selalu meminta
• Kepada Tuhan Yang Maha Esa,
• Supaya Negara Republik Indonesia;
• Kuat dan kokoh selama-lamanya
• Melindungi rakyat, makmur selamat,
• Hidup bersatu di laut-di darat.

• Demikianlah pidato saya, Tuan Ketua, dengan mengucapkan sekali lagi terima
• kasih.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 29 Mei 1945, h. 23-4)

• [oe] 45c

• Prof.Dr.Mr. R. Soepomo:

• ....pertama tentang daerah. Saya mufakat dengan pendapat yang mengatakan:
• "pada dasarnya Indonesia, yang harus meliputi batas
• Hindia Belanda". Akan tetapi jikalau misalnya daerah Indonesia lain, umpanya
• negeri Malaka, Borneo Utara hendak ingin juga masuk
• lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu bukan
• kita saja yang akan menentukan, akan tetapi juga phak
• saudara-saudara yang ada di Malaka dan Borneo Utara.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 26)

• Mr. Muhamad Yamin:

• Walaupun sejengkal tanah Indonesia kita tetap dengan segala akibatnya hendak
• mempersatukannya, tetapi juga setapak tanah orang lain kita
• tidak mengingini. Kita hendak meninggikan kedaulatan daerah tanah-air kita,
• dan kita tak mau menyinggung kedaulatan daerah bangsa lain.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 41)

• [oe] 45d

• Mr. Muhamad Yamin:

• Kedua daerah Timor Portugis dan Borneo Utara ialah dua daerah yang letaknya
• di luas bekas Hindia Belanda dan menjadi enclaves. Enclaves
• ini tak perlu diadakan dalam daerah negara Indonesia, supaya berdirilah
• daerah itu di bawah suatu kekuasaan dan ikut membulatkan
• daerah negara Indonesia, karena tidak saja daerah itu masuk daerah pulau
• yang delapan, tetapi juga sejak semula sudah diduduki oleh
• bangsa Indonesia sebagai tanah-air bersama.

• Kemudian, tuan Ketua, dengan istimewa saya meminta perhatian kepada daerah
• keempat, tanah Malaya dan daerah yang empat di semenanjung itu. Kedua daerah
• ini ialah tanah Indonesia asli dan penduduk aslinya ialah bangsa Indonesia
• sejati.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 44)

• [oe] 45e

• Mr. Muhamad Yamin:

• Dalam tahun 1894, tuan Ketua, jadi lima puluh tahun dahulu, maka tentera
• Belanda menjalankan politik imperialismenya, dengan membakar
• puri Cakranegara di Pulau Lombok. Rakyat dibunuh, puri dibakar, dan emas
• dirampas. Di antara barang rampasan itu adalah suatu buku
• keropak asli dalam bahasa Jawa-lama, yang berasal dari tahun 1365, ditulis
• oleh rakawi Prapanca di sekeliling Raja Hayam Wuruk dan di
• bawah pemandangan Patih Gadjah Mada, setahun sebleum linuhung-negara yang
• ulung ini meninggal dunia (1364).

• Kita Negarakertagama yagn sampai kepada ktia, ialah suatu intan
• berkilau-kilauan dalam perpustakaan kita, dan berasal dari kerajaan
• Indonesia ke-II, ketika matahari kebesaran tumpah-darah kita sedang
• memuncak. Kita itu telah disalin, selainnya dari tiga syair; ketiga
• syair ini sudah saya baca berulang-ulang. Saya sangat terharu akan isi dan
• ikatan bahasanya, walaupun syait itu bukanlah untuk menusuk
• perasaan, mleainkan suatu dokumen sejarah, yang menurut pendapat saya suatu
• welingan testamen politik Gadjah Mada, yang menentukan, apakah yang dinamai
• kepulaun Nusantara atau Indonesia.

• Batasan menurut welingan itu tidak dipengaruhi rasa kebangsaan sekarang,
• melainkan dengan murninya turun daripada bangsa Indonesia
• dahulu. Maka dalam syair welingan itu, yang akan saya lampirkan di belakang
• pidato saya, menyatakan bahwa Nusantara terang meliputi
• Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku - ambon, dan
• semenanjung Malaya, Timor dan Papua, tak ubahnya daripada
• keinginan kita pada ketika ini. Inilah tanah-air Nusantara yang terhampar
• atas daerah yang delapan. Dalam 600 tahun itu perasaan dan
• pendapat kita tak berubah-ubah. Barangkali perasaan dan pendapat itu lebih
• tua lagi dari tahun 1365, agaknya samalah tuanya dengan
• pengartian nenek-moyang Indonesia, ketika dalam zaman purbakala dengan
• bantuan Sang Alam ruangan tanah-air terbentuk di atas
• permukaan bumi, di benua kepulauan yang maha indah itu.

• Gadjah Mada dan Prapanca berkata dalam abad ke-XIV kepada kita: "Inilah
• batasan daerah tumpah-darah Nusantara!" Dan kita dalam abad
• ke-XX berkata pula kepada negara ketiga: "Inilah daerah Negara Persatuan
• Indonesia, seperti yang kami terima sebagai pusaka dari
• negara kedua!" Kesetiaan hati kepada daerah pusaka, tumpah-darah daerah yang
• delapan, akan menimbulkan rasa kedaulatan daerah negara,
• seperti nanti akan tersauh sebagai jangkar di pelabuhan aturan dasar negara
• Indonesia, yang sedang kita susun.

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 47)

• [oe] 45f

• Ir. Soekarno:

• ...... Merdeka buat saya ialah: "political indipendence", politieke
• onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

• Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: tatkalah
• Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati
• saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang --saya katakan di
• dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini-- "zwaarwichtig" akan
• perkara-perkara yang kecil, zwaarwichtig sampai --kata orang Jawa--
• "jelimet". Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai
• jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.

• Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada
• perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi
• bandingkanlah kemerdeakaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya,
• samakah derajatnya negara-negara yang merdeka
• itu? Jermania merdeka, Sauda Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka,
• Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggeris merdeka, Rusia merdeka, Mesir
• merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!

• ..... Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau
• saya membaca tuan punya surat, yang meminta kepada kita supaya
• dirancangkan sampai jelimat hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar
• semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet,
• maka saya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, tuan tidak akan mengalamai
• Indonesia merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami
• Indonesia Merdeka --sampai di lobang kubur!

• (Tepuk tangan riuh)

• ..... Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui
• sejarah, menjadi zwaarwichtig, menadi gentar, padahal
• semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh
• tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan
• Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai
• semboyan "Indonesia merdeka sekarang". Bahkan tiga kali
• sekarang, yaitu: Indonesia merdeka sekarang! Sekarang! Sekarang!

• (Tepuk tangan riuh.)

• (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 1 Juni 1945, h. 55-7)

• [oe] 45g

• Sukiman:

• ... Tentang bentuk unitaristis dan federalistisch, tuan-tuan yang terhormat,
• juga di dalam hal ini riwayat menunjukkan sesungguhnya,
• bahwa pada permulaan hubungan negara-negara adalah sebagai perserikatan
• negara-negara, "statenbond", kemudian meningkat kepada
• "bondstaat" dan pada akhirnya meningkat lagi kepada "eenheidsstaat" (negara
• kesatuan -pen.), karena eeinheidsstaat sesungguhnya menjamin satu urusan,
• satu bentuk yang se-efficient-efficient-nya. Kita dapat melihat contohnya di
• dalam riwayat Jerman. Di sana kita melihat pada permulaan adanya
• negara-negara statenbond, perseriktan negara yang meningkat kepada bondstaat
• sebelum Hitler berkuasa dan sesudah Hitler berkuasa menjadi eenheidsstaat.
• Demikian pula halnya dnegan Amerika, akan tetapi Amerika baru bertingkat
• yang ke-dua saja, belum sampai kepada tingkat yang sempurna, yaitu tingkat
• yang dinamakan unitaristis; belum meningkat kepada tingkat penghabisan.

• Maka tiap-tiap daripada kita sesungguhnya mempunyai cita-cita yang
• setinggi-tingginya, yaitu satu negara buat satu bangsa dan satu
• tanah-air. Di dalam kalangan kita sesungguhnya saya juga tergolong mereka
• yang menyetujui tingkat ke-dua itu, karena tingkat ke-dua
• sesungguhnya dalam usahanya akan memperkuat pemerintahan pusat, sehingga di
• dalam praktek sesungguhnya sudah mewujudkan bentuk yang unitaristisch. Maka
• lebih baiklah saya terima bentuk yang paling terakhir, yait bentuk sebagai
• eenheidsstaat, yaitu negara persatuan.
• Karena di dalam pemandangan saya, untuk mendirikan suatu bondstaat haruslah
• suda ada staat-staat.

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 102-3)

• [oe] 45h

• Abdoel Kahar Moezakir:

• ... Oleh karena itu untuk menyelamatkan seluruh tanah-air kita, untuk
• menyelamatkan sebidang tanah yang ditempati oleh bangsa kita, bangsa
• Melayu, yang tinggal di Semenanjung Melayu, baiklah mereka kita masukkan
• dalam tanah-air kita dengan kerelaan mereka, dengan sukarela
• mereka, yang telah lama mencita-citakan kesatuan dengan kita.

• Bukan tanah Melayu saja, akan tetapi juga pulau Papua walaupun bangsanya
• agak berlainan daripada bangsa kita, daripada bangsa Melayu
• umumnya seperti keterangan Tuan Hatta. Maka biarlah yang tinggal di Papua
• agak lebih hitam-hitaman sedikit daripada kita, akan tetapi
• tanah Papuai itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber
• kekayaan, yang diwariskan oleh nenek-moyang kita hilang dengan
• sia-sia belaka. Oleh karena itu saya setuju, bahwa dalam menentukan batas
• halaman tanah-air kita, hendaklah kita berpikir dengan
• sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita sanggup atau
• tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan
• merdeka atau tidak...

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 111)

• [oe] 45i

• Mr. Muhamad Yamin:

• .... tidaklah saja berdasar kepada dasar hukum internasional, tetapi juga
• berdasar kepada yang lebih tinggi daripada itu, maka bangsa yang
• tidak merdeka hendak menjadi merdeka menurut dasar kemanusiaan, kemauan
• Ilahi, yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk
• bertanah-air. Maka menurut dasar ini yang akan menjadi daerah susunan negara
• Republik Indonesia ialah tumpah darah Indonesia. Jadi dengan
• pelantikan negara baru ini, dengan segala kesucian, tumpah-darah Indonesia
• menjadi daerah negara Republik Indonesia...

• pada perasaan penduduk Maluku tanah Papua adalah sebagian daripada tanah
• Indonesia, dan sudah berpuluh-puluh tahun lamanya orang
• Indonesia dari Ambon, Tidore dan lain-lain daerah melakukan usaha di
• pulau-pulau itu, dan dalam perasaan mereka itu tanah Papua tidak
• tercerai dari tanah Maluku. Oleh sebab itu, kita harap betul-betul, supaya
• Papua (sebagai lanjutan pekerjan orang Indonesia) jangan
• dilepaskan daripada daerah Indonesia.

• Lain daripada itu perlulah kita bicarakan, bahwa pada waktu ini yang
• membangkitkan semangat angkatan baru Indonesia, yang memberi corak
• kepada Republik Indonesia, yakni daerah negara Indonesia yang sempurna.

• Dengan keterangan-keterangan pemuda-pemuda kita menyebutkan, bahwa Melayu
• dan Papua adalah menjadi pokok keinginan mereka itu. Oleh sebab itu, harus
• juga kita yakin bahwa negara Indonesia yang kita bentuk bukan untuk kita
• saja, tetapi untuk angkatan muda. Oleh sebab
• itu, jangan kita meninggalkan warisan yang sempit untuk mereka itu. Kita
• membentuk negara untuk bangsa yang akan datang. Dengan sendirinya juga
• segala pembicaraan-pembicaraan kita dapat dilengkapi dengan
• perkataan-perkataan lain, tertuju ke tanah Borneo Utara dan daerah lain.
• Hendaklah juga daerah-daerah itu selengkapnya dimasukkan ke dalam daerah
• tanah Indonesia. Tidak ada perbedaan antara Borneo Utara dan Borneo Selatan.
• Indonesia adalah suatu gugusan kesatuan....

• Dan kemudian kepada Portugis Timor perlu kita ketahui, bahwa Portugis Timor
• itu jatuh ke dalam kekuasaan Balatentara Dai Nippon oleh karena kekuasaan
• Belanda dahulu telah merampas tanah itu daripada tangan orang Portugis,
• sehingga setelah kekuasaan Belanda jatuh, jatuhlah Portugis Timor itu ke
• dalam tangan Balatentara Dai Nippon. Saya membicarakan hal ini, karena
• adalah suatu kebetulan dalam sejarah dunia yang diberkati oleh Allah Yang
• Maha Kuasa, bahwa seluruh daerah yagn kita perbincangkan tadi telah bersatu
• di dalam
• tangan Balatentara Dai Nippon. Oleh sebab itu maka bersatu daerah-daerah itu
• diserahkan ke bawah kedaulatan negara Republik
• Indonesia, dan jikalau kiranya ada di antara kita yang berfikiran akan
• mengecilkan daerah itu lebih kecil daripada yang saya sebut tadi, lebih baik
• turutlah dengan taktik dan juga hikmat kebijaksanaan kita untuk bertemu di
• dalam daerah yang lebih besar, berpendirian sama
• untuk menjadikan seluruh tumpah-darah Indonesia daerah negara kta sekarang
• ini...

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 112, 115-6)

• [oe] 45j

• Abdoel Kaffar:

• ....kalau kita melihat ke batas kita di Timur, ke pulau Timor, saya setuju
• sekali dengan anggota yang terhormat Muh. Yamin, yaitu agar
• pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu
• pula Borneo Utara, dimana terletak Serawak, dan juga negara
• Papua. Bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan.
• Saya sebagai anggota pengurus Badan Pembelaan selalu
• mengikuti gerak-gerik tenaga muda di lapangan-lapangan Asia Timur ini...

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 117)

• R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking:

• .... Jikalau kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan yang nyata dari
• Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga
• ingin masuk di dalam Indonesia Merdeka. Tetapi itu urusan di kemudian hari.
• pada waktu ini kita harus mengadakan usul yang praktis, yang
• nyata dapat dijalankan, selekas mungkin jangan kita minta keadaan 100% yang
• tidak mungkin dilaksanakan dalam peperangan, sebab keadaan
• sehari-hari dipengaruhi oleh peperangan. Asal keadaan biasa berjalan,
• sedikit demi seikit kita dapat menambah dengan 5%, 10%, 15%,
• lama-kelamaan tercapailah Indonesia merdeka yang bulat....

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 119)

• [oe] 45k

• Drs. Mohammad Hatta:

• Paduka Tuan Ketua, sidang yang terhormat.

• Pada sidang pertama daripada Badan Penyelidik, saa telah mengemukakan
• permintaan saya yang sederhana tentang batas-batas Indonesia. Waktu itu saya
• katakan, bahwa saya tidak minta lebih daripada daerah daerah Indonesia yang
• dahulu dijajah oleh Belanda.

• Kalau itu seluruhnya diberikan kembali kepada kita oleh Pemerintah Dai
• Nippon, saya sudah senang. Dahulu saya sudah mengatakan pendapat saya
• tentang Malaka. Bagi saya, saya lebih suka melihat Malaka menjadi negara
• yang merdeka sendiri dalam lingkungan Asia Timur Raya.
• Akan tetapi kalau sekiranya rakyat Malaka sendiri ingin bersatu dengan kita,
• saya tidak melarang hal itu. Hanya tetnagn Papua saya dengan kemarin
• uraian-uraian yang agak menguatirkan, oleh karena dapat timbul kesan keluar,
• bahwa kita seolah-olah mulai dengan tuntutan yang agak imperialis....

• Saya sendiri ingin menyatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan,
• bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Saya mengakui bahwa bangsa
• Papua juga berhak untuk menjadi bangsa merdeka, akan tetapi bangsa Indonesia
• buat sementara waktu, yaitu dalam beberapa
• puluh tahun, belum sanggup, belum mempunyai tenaga cukup, untuk mendidik
• bangsa Papui sehingga menjadi bangsa yang merdeka....

• ...ketika duduk dalam Perhimpunan Indonesia, saya sendiri mau mengurangi
• daerah itu. Bagian Papua saya serahkan kepada orang lain. Akan tetapi kalau
• Pemerintah Nippon memberikan Papua yang dulu di bawah Pemerintah Belanda
• kepada Indonesia, saya tidak keberatan,
• hanya saya tidak menuntutnya. Dan kalau sekiranya bagian Papui itu
• ditukar-tukar dengan Borneo Utara, saya tidak berkebaratan, malah
• bersyukur....

• Sukar juga soal Pulau Timor yang sebagian dikuasai oleh Portugal tidak bisa
• itu kita pusutskan di sini, kita tidak mau bertindak begitu. Kita menurut
• status internasional...

• Dan tentang Malaka, biarlah diserahkan kepada rakyat Malaka, apakah mereka
• mau berdiri sendiri ataukah bersatu dengan Indonesia, tetapi janganlah
• dituntut oleh pihak Indonesia...

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 121-3)

• [oe] 45l

• Ir. Soekarno:

• Bahkan sekarang Dai Nippon Teikoku dengan mulutnya Gunseikanbu, dengan
• mulutnya Paduka Tuan Kaityoo menanyakan kepada kita, apakah daerah To Indo
• itu? Maka oleh karena itu saya setuju sekali dengan pendirian anggota yang
• terhormat Mr. Yamin kemarin, bahwa tidak ada hukum moral sedikitpun, tidak
• ada hukum internasional sedikitpun, yang mewajibkan kita menjadi ahli waris
• daripada Belanda. kita di sini membicarakan daerah Indonesia itu dengan
• sadar, mengingat kepentingan tanah air kita Indonesia sendiri, tidak sebagai
• ahli waris Belanda, dan tidak diikat oleh sesuatu moral yang diadakan oleh
• Belanda itu...

• Kemarin dulupun menghadap kepada saya tiga orang pemuda dari Sonanto dan
• mereka pun menyampaikan pesan daripada pemuda-pemuda di Malaya kepada saya
• supaya Malaya dimasukkan ke dalam Indonesia. Salah seorang pemimpin Malaya
• yang terkenal, yaitu Letnan Kolonel Abdullah Ibrahim, menyampaikan pesan
• yang meminta supaya Malaya dimasukkan ke dalam daerah Indonesia...

• Jikalau hanya pantai Barat saja daripada Selat Malaka di tangan kita dan
• musuh misalnya menguasai pantai Timur daripada Selat Malaka itu, maka itu
• berarti bahwa keselamatan Indonesia terancam....

• Tuhan s.w.t. membuat peta dunia ini dengan penuh kebijaksanaan. Jikalau
• orang melihat peta dunia, dan dia mengerti apa kehendak Tuhan yang terlukis
• di peta dunia itu, maka dia akan mengerti, bahwa Allah s.w.t. telah
• menentukan beberapa daerah sebagai satu kesatuan. Allah
• s.w.t. menentukan kepulauan Inggris sebagai satu kesatuan....
• Hellenia...satu kesatuan... India...satu kesatuan...

• ...negara Indonesia Merdeka harus meliputi pula Malaya dan Papua. Itu saja.
• Kita bukan waris orang Belanda. Malaya telah di dalam tangan Dai Nippon
• Teikoku, Papua..., Borneo Utara..., Timor bagian Timur... telah di dalam
• tangan Dai Nippon Teikoku. Kita sekarang tidak akan berbicara dengan Belanda
• atau dengan Inggris, tetapi kita bicara dengan Dai Nippon Teikoku. Tangan
• Dai Nippon Teikoku itulah menentukan pula apa yang akan menjadi daerah
• Indonesia itu nanti...

• Terimakasih.

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 124-6)

• [oe] 45m

• Sutardjo (?):

• ...saya hendak menyampaikan keterangan tentang pesan yang berat sekali dari
• wakil-wakil rakyat di Malaya, yang bunyinya begini:

• Kalau saudara-saudara mendapat kurnia Tuhan nanti bahwa Indonesia
• dimerdekakan, mendapat kemerdekaannya, janganlah hendak memperoleh keenakan
• sendiri, tetapi ingatlah kepada kita, sebab kitapun sebagian dari bangsa
• Indonesia. Hendaknya saudara-saudara jangan lupakan hal itu...

• Tuan Ketua, satu kali terlepas dari tangan kita, nanti Papua itu menjadi
• benda pertikaian, menjadi benda perselisihan antara
• saudara-saudara. Saya harap, mudah-mudahan rapat ini menyelesaikan hal itu.
• Sudah tentu keputusan bukan pada pihak kita, tetapi di
• kalangan kita sendiri hendaknya kita selesaikan soal itu. Papua hendaknya
• dimasukkan dalam daerah Indonesia. Sekian saja.

• Terimakasih.

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 126-7)

• [oe] 45n

• H. Agoes Salim:

• Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

• Sebetulnya oleh karena kurang sehat, tidak ada maksud saya hendak bicara
• hari ini. Tetapi saya menerima pengangkatan menjadi anggota
• dalam Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai dengan satu niat, yaitu hendak mencari
• sebulat-bulatnya semufakatan antara segala anggota Dokuritzu
• Zyunbi Tyoosakai. Salah satu tujuan yang mulia, yang terpakai di dalam hukum
• syariat dalam Islam dan hidup di dalam adat bangsa-bangsa
• kita Indonesia, yaitu satu perkara yang mustahil menurut paham bangsa Barat
• adalah: mencapai kebulatan pendapat.

• Adapun dunia Barat menunjukkan kepada kita cara musyawarah sebagai pengganti
• pertengkaran, memenangkan suara yang banyak daripada suara yang sedikit,
• karena barangkali jalan pikirannya ialah bahwa kalau sesuatu pembicaraan
• tidak dapat selesai, lalu orang bertentangan
• dengan kekuatan tenaga badan: yang banyak akan menang daripada yang sedikit.

• Tetapi sangkaan ini sudah kita lihat tidak benar. Tiwayat demokrasi Eropah
• sudah menunjukkan kepada kita, bahwa suara yang banyak itu
• hanya sebagian terdiri daripada aliran yang berkeyakinan tepat, sedang
• sebagian besar adalah suara daripada suatu golongan tengah,
• yang tidak tentu berkeyakinan sama dan yang baginya pada asasnya sama saja
• dapat atau tidaknya tercapai sesuatu soal yang disokongnya
• dengan suaranya. Sehingga jikalau golongan yang kecil tidak mau menyerah
• karena kalah suara saja dan mau beradu tenaga dengan
• memaksa, usaha golongan kecil itu bisa juga mendapat kemenangan sebagaimana
• sudah terbukti dalam beberapa negeri di dunia Barat itu.
• Di situ bangkit salah satu partai yang meninggalkan segala azas-azas moral
• yang terpakai oleh partai lain dan yang berkata: "Kalau dengan
• menghitung suara barangkali kita kalah, tetapi kalau memakai kepalan kita
• menang"...

• ...daerah Indonesia Merdeka pertama-tama ialah segala daerah Hindia Belanda
• Timur yang telah dibebaskan oleh Dai Nippon daripada
• kekuasaan Belanda dan kita bangsa Indonesia tidak ingin memberikan kekuasaan
• kembali kepada Belanda. Kemudian termasuk pula di dalamnya segala bagian
• daerah dalam kepulauan Indonesia dan daerah tanah Melayu seperti yang
• menjadi kehendak satu pihak itu dengan
• menyangkutkan masuknya itu kepada satu syarat, yaitu apabila suara rakyat
• daerah-daerah itu menyatakan kehendaknya masuk ke dalam
• Indonesia, dengan memajukan permintaan kepada Dai Nippon Teikoku, agar
• memberi jalan cara bagaimana rakyat-rakyat di tanah Melayu,
• Serawak, Brunei, Sandakan, Papua itu menyatakan kehendaknya itu dalam masa
• selagi kita membicarakan hal ini.

• Dengan jalan demikian itu, bukanlah atas dasar suara dua-tiga orang utusan
• saja yang kebetulan datang permusyawaratan kita yang diadakan
• di sini menetapkan keputusan, melainkan keputusan itu berdasar kepada suara
• rakyat umumnya di dalam daerah-daerah itu. Suara dari tanah
• Melayu, Serawak, Brunei dan Sandakan dan bagian daerah Papua yang
• penduduknya sudah dapat menyatakan suaranya, hendaklah diberi jalan oleh
• kekuasaan Dai Nippon untuk menyatakan yakin atau tidaknya mereka hendak
• dimasukkan ke dalam daerah Indonesia Merdeka. Kiranya dengan cara begini
• hasrat yang didasarkan kepada tarikh lama dan yang didasarkan kepada
• realiteit dapat didamaikan....

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 127-9)

• [oe] 45o

• Mr. A.A. Maramis:

• Seperti saya katakan tadi, Indonesia sudah dikuasai oleh negeri Dai Nippon.
• Kita sudah bisa menetapkan sekarang, bahwa kita suka melepaskan diri dan
• memang sudah melepaskan diri dari pemerintah Belanda. Akan tetapi pemerintah
• Inggris dan Portugis masih hidup, Tuan Ketua. Oleh karena itu harus kita
• menunggu, bagaimana sikap penduduk Malaya, Borneo Utara, Timor dan Papua
• yang di bawah kekuasaan negara Inggris...

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 130)

• [oe] 45p

• Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat:

• Kalau tidak ada lagi, saya setem saja...

• ...saya tetapkan pada saat ini, para anggota yang terhormat, yang
• diputuskan, yang disahkan hari ini oleh persidangan, yaitu bahwa daerah yang
• masuk Indonesia Merdeka: Hindia Belanda dulu ditambah dengan Malaya, Borneo
• Utara, Papua, Timor-Portugis dan pulau-pulau
• sekitarnya.

• (Tepuk tangan.)

• (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 131-3)

• [oe] 45q

• Mr. Muhamad Yamin:

• Dalam penyusunan konstitusi ini janganlah kita melepaskan syarat, bahwa
• konstitusi tidak saja seharusnya sempurnya, tetapi juga harus manis rasanya
• dan merdu bunyinya sebagau suatu barang yang mulia...

• Di depan saya adalah terletak suatu susunan konstitusi daripada Republik
• Amerika Serikat, yang acapkali dijadikan contoh buat beberapa konstitusi di
• atas dunia, karena inilah konstitusi yang tertua di atas dunia; juga di
• dalamnya ada 3 bagiannya:

• 1. Declaration of Rights di kota Philadelphia dalam tahun 1774.
• 2. Declaration of Independence 4 Juli 1776.
• 3. Sudah itu baru konstitusi (1787).

• (BPUPKI, sidang kedua, rapat besar, 11 Juli 1945, h. 149)

• [oe] 45r

• Ir. Soekarno:

• ....saya telah menganjurkan sebagai orang Islam, menganjurkan kepada umat
• Islam Indonesia, supaya bekerja keras untuk mempropagandakan agama Islam
• sehebat-hebatnya dalam kalangan rakyat Indonesia, sehingga jikalau betul
• sebagian besar daripada rakyat Indonesia itu jiwanya berkobar dengan api
• Islam, rohnya menyala-nyala dengan roh Islam, tidak boleh tidak, bukan saja
• Presiden Republik Indonesia anti orang Islam, bahkan --saya berkata--
• tiap-tiap undang-undang yang keluar daripada badan perwakilan bercorak Islam
• pula.

• (BPUPKI, sidang kedua, rapat besar, 15 Juli 1945, h. 276)
Piagam Jakarta
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Piagam Jakarta

Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis,Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.
[sembunyikan]
l • b • s
Artikel terkait ideologi Pancasila


Sejarah Pidato "Lahirnya Pancasila" • Piagam Jakarta • Rumusan-rumusan Pancasila


Tokoh terkait Soekarno • Mohammad Hatta • Mohammad Yamin • Alexander Andries Maramis • Abikoesno Tjokrosoejoso • Abdul Kahar Muzakir •Agus Salim • Achmad Soebardjo • Wahid Hasjim • Mohammad Yamin


Badan terkait Panitia Sembilan • BPUPKI • PPKI


Hal terkait Garuda Pancasila • Hari Kesaktian Pancasila • UUD 1945 • Gedung Pancasila • Daftar Anggota BPUPKI-PPKI


Kategori:
• Sejarah Indonesia
Lahirnya Pancasila
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini membahas mengenai sebuah pidato bersejarah. Untuk Pancasila ideologi negara Indonesia, lihat Pancasila.
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Lahirnya Pancasila

Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.
[sunting]Latar belakang

Gedung Chuo Sangi In di Jakarta yang digunakan sebagai gedung Volksraad di tahun 1925.
Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia").
Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni 1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakartayang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat").
Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secaraaklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.
Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis,Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Seltelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. [1]
Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr.Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.
”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang! Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.”
[sunting]Rujukan
 "Gedung Pancasila", situs resmi Universitas Pancasila, diakses 1 Juni 2011.
[sunting]Referensi
1. ^ "Pancasila Bung Karno", Paksi Bhinneka Tunggal Ika, 2005
[sembunyikan]
l • b • s
Artikel terkait ideologi Pancasila


Sejarah Pidato "Lahirnya Pancasila" • Piagam Jakarta • Rumusan-rumusan Pancasila


Tokoh terkait Soekarno • Mohammad Hatta • Mohammad Yamin • Alexander Andries Maramis • Abikoesno Tjokrosoejoso • Abdul Kahar Muzakir •Agus Salim • Achmad Soebardjo • Wahid Hasjim • Mohammad Yamin


Badan terkait Panitia Sembilan • BPUPKI • PPKI


Hal terkait Garuda Pancasila • Hari Kesaktian Pancasila • UUD 1945 • Gedung Pancasila • Daftar Anggota BPUPKI-PPKI


Kategori:
• Sejarah Indonesia
• Dekret Presiden 5 Juli 1959
• Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
• (Dialihkan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
• Belum Diperiksa


• Dekret Presiden 1959
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia


Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1045)

Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)
Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)

Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

l • b • s

• Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah dekret yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasilPemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Dekret Presiden Republik Indonesia tentang Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
5 Juli

• [sunting]Latar Belakang
• Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepadaUUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang [parlemen]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
• Dekret Presiden 5 Juli 1959
• Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
• (Dialihkan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
• Belum Diperiksa


• Dekret Presiden 1959
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia


Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1045)

Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)
Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)

Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

l • b • s

• Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah dekret yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasilPemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Dekret Presiden Republik Indonesia tentang Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
5 Juli

• [sunting]Latar Belakang
• Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepadaUUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang [parlemen]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pemilu 1971
Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang
Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan
transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam
tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa
Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS
dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara
tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa
diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada
waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu
1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun. Hal
yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971
diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal
dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat
pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun
merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus
menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi,
cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang
menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini
ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan
penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai
terbuang percuma. Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada
partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan
stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971
adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila
ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara
itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi
diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan
stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus
accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara
terbesar. Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan
suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias
perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya
memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.
No. Partai Suara % Kursi 1. Golkar 34.348.673 62,82 236
2. NU 10.213.650 18,68 58 3. Parmusi 2.930.746 5,36 24
4. PNI 3.793.266 6,93 20 5. PSII 1.308.237 2,39 10
6. Parkindo 733.359 1,34 7 7. Katolik 603.740 1,10 3
8. Perti 381.309 0,69 2 9. IPKI 338.403 0,61 -
10. Murba 48.126 0,08 - Jumlah 54.669.509 100,00 360
Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian kursi peroleh-an suara partai-partai pada Pemilu 1971
dilakukan dengan sistem kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955, dengan mengabaikan stembus
accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971, hasilnya akan terlihat seperti pada tabel di bawah ini.
Pembagian Kursi Hasil Pemilu 1971 Seandainya Menggunakan Sistem Kombinasi (hipotetis) No.
Partai Jumlah Suara Secara Nasional Jumlah Kursi Pada Pembagian Pertama Sisa Suara
Setelah Pembagian Pertama Perolehan pada Pembagian Kursi Sisa Pertama Jumlah
Sisa Suara Setelah Pembagian Kursi Sisa Kursi Atas Suara Terbesar Jumlah Kursi
1 Golkar 34.339.708 214 1.342.084 11 81.770 (III) 1 226
2 NU 10.201.659 48 1..323.245 11 62.931 - 59 3 PNI
3.793.266 16 908.061 7 106.043 (II) 1 24 4 Parmusi
2.930.919 10 1.389.435 12 14.547 22 5 PSII 1.257.056 1
1.039.280 9 8.000 - 10 6 Parkindo 697.618 1 628.752 5
53.882 - 6 7 Katolik 603.740 2 412.428 3 68.706 (IV)
1 6 8 Perti 380.403 2 180.240 1 65.666 (V) 1 4
9 IPKI 338.376 - 338.376 2 109.228 (I) 1 3 10 Murba
47.800 - 47.800 - 47.800 - - 54.669.509 294
7.561.901 61 5 360 Catatan: Hasil pembagian pertama yang diperoleh partaipartai sebagaimana terlihat dalam lajur 4 (empat) sesuai dengan hasil bagi dengan kiesquotient di daerah
pemilihan masing-masing. Sedangkan hasil pembagian kursi sisa pada lajur 6 (enam) merupakan hasil bagi sisa
suara masing-masing partai dengan kiestquotient nasional 114.574 (7.561.901:66). Hasil pada lajur 8 (delapan)
berdasarkan sisa suara terbesar atau terbanyak karena masih tersisa 7 kursi lagi.
Komisi Pemilihan Umum
http://www.kpu.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 5 December, 2011, 10:58Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak mendapat kursi, karena pada
pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat
terbawah sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari Parmusi, karena suaranya
secara nasional di atas Parmusi.
Komisi Pemilihan Umum
http://www.kpu.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 5 December, 2011, 10:58
Pemilu 1977 - 1997
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai
terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu
terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata
perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit,
dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha
menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua
partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu
Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya
hanya tiga tadi. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap
atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung
dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama
Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Hasil Pemilu 1977 Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan
seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara
yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara
atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan
Pemilu 1971. Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh
mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau
bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak
basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan
suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan
suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat
dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara
nasional tambahan kursi hanya 5. PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang
berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI,
Parkindo dan Partai Katolik. Selengkapnya perolehan kursi dan suara tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
No. Partai Suara
%
Kursi
% (1971)
Keterangan 1. Golkar 39.750.096 62,11 232 62,80 - 0,69 2.
PPP 18.743.491 29,29 99 27,12 + 2,17 3. PDI 5.504.757 8,60
29 10,08 - 1,48 Jumlah 63.998.344 100,00 360 100,00
Hasil Pemilu 1982 Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982.
Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di
Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil
merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih
48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan
Pemilu 1971. No. Partai Suara DPR % Kursi % (1977) Keterangan
1. Golkar 48.334.724 64,34 242 62,11 + 2,23 2. PPP
20.871.880 27,78 94 29,29 - 1,51 3. PDI 5.919.702 7,88 24
8,60 - 0,72 Jumlah 75.126.306 100,00 364 100,00 Hasil
Pemilu 1987 Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh
tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi
juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan
kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi.
Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya
lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI,
yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan
pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah
perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
No. Partai Suara % Kursi % (1982) Keterangan 1. Golkar
62.783.680 73,16 299 68,34 + 8,82 2. PPP 13.701.428 15,97 61
27,78 - 11,81 3. PDI 9.384.708 10,87 40 7,88 + 2,99
Jumlah 85.869.816 100,00 400 Hasil Pemilu 1992 Cara pembagian kursi
untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya
dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar
kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen,
Komisi Pemilihan Umum
http://www.kpu.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 5 December, 2011, 11:04pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat
pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu 1987 menjadi 62
kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara nasional. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI. No. Partai Suara % Kursi % (1987)
Keterangan 1. Golkar 66.599.331 68,10 282 73,16 - 5,06 2.
PPP 16.624.647 17,01 62 15,97 + 1,04 3. PDI 14.565.556
14,89 56 10,87 + 4.02 Jumlah 97.789.534 100,00 400 100,00
Hasil Pemilu 1997 Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih
menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara
diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami
kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen,
atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil
pemilu sebelumnya. PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk
perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992.
Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar. Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan
terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya
merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu
1992. No. Partai Suara % Kursi % (1992) Keterangan 1.
Golkar 84.187.907 74,51 325 68,10 + 6,41 2. PPP 25.340.028
22,43 89 17,00 + 5,43 3. PDI 3.463.225 3,06 11 14,90 - 11,84
Jumlah 112.991.150 100,00 425 100,00 Pemilu kali ini diwarnai
banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura,
puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di
beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.



ARTICLE INDEX
Sejarah Pemilu Indonesia

NKRI Harga Mati

Obama: Pemilu Indonesia Bebas dan Adil

All Pages

Page 1 of 3
Sejarah Pemilu di Indonesia
Pemilu 1955

Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.

Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerin-tah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyele-nggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk me-milih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.

Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X, pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.

Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :

1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;

2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak terjadi distorsi.

Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).

Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953. Maka lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
Periode Demokrasi Terpimpin

Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.

Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Pemilu 1971

Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.

Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.

Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi.

Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian kursi peroleh-an suara partai-partai pada Pemilu 1971 dilakukan dengan sistem kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955, dengan mengabaikan stembus accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971.

Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak mendapat kursi, karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat terbawah sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari Parmusi, karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997

Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.

Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Hasil Pemilu 1977

Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.

Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.

PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.
Hasil Pemilu 1982

Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
Hasil Pemilu 1987

Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
Hasil Pemilu 1992

Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.

PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara nasional.

Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
Hasil Pemilu 1997

Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.

PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar. Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.

Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
Pemilu 2004

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan Umum Anggota DPR

Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah.
Pemilihan Umum Anggota DPD

Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004 diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan Umum ini diselenggarakan selama 2 putaran, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Aturan

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pendaftaran Pasangan Calon

Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, yakni :

1. K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa)
2. Prof. Dr. HM. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)
4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia)
6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)

Dari keenam pasangan calon tersebut, pasangan K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama

Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua

Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih

Berdasarkan hasil Pemilihan Umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pelantikan Presiden & Wakil Presiden terpilih tahun 2004 ini juga dihadiri sejumlah pemimpin negara sahabat, yaitu: PM Australia John Howard, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, PM Timor Timur Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya. Mantan Presiden Megawati Sukarnoputri tidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.
www.agussubandicom@yahoo.co.id

1 komentar:

  1. waduuuh,,
    mantap sekaliii gan, penjelasannya panjamng banget, sampe cuapek bacanya,makasih yaaaa

    BalasHapus